Custom Search

Rabu, 03 Oktober 2007

SISTEM EKONOMI KERAKYATAN (1)

SISTEM EKONOMI KERAKYATAN
RUJUKAN SISTEM, NILAI ARAH DAN TUJUAN YANG JELAS


Sisi kemanusiaan dalam pembangunan akan terus bergerak dengan semangat kerja sama dan saling menghargai antara berbagai kebudayaan, menuju suatu realisasi kemanusiaan baru yang merupakan pernyataan segar dari sifat hakiki di dalam manusia[1]. Di dalam manusia ada kebutuhan-kebutuhan dasar (Gharizah) yang harus dipenuhi, agar sisi keanusiaannya tidak hilang. Menurut Isma’il Gharizah itu diklasifikasikan menjadi 3, Gharizah al – Baqo (Kebutuhan untuk mengeksistensikan diri ), Gharizah al – Na’u (Kebtuhan akan lawan jenis, dan Gharizah Tamaddun (Kebutuhan untuk Ber-Tuhan). Dengan tiga bentuk gharizah yang terdapat di dalam seorang manusia, maka terjadi proses dialektika bagi seseorang untuk menentukan jati diri atau nilai/pandangan hidup dirinya sendiri.
Di dalam dunia yang lebih padat ini bagaimana bentuk dan definisi yang jelas mengenai konsep kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan, kebebasan dan kekuasaan kemerdekaan dan keadilan. Redefinisi sistem nilai di setiap peralihan sejarah adalah ciri kontinuitas dan vitalitas suatu bangsa. Di dalam mencari keseimbangan antara manusia dan alam, misalnya. Di dalam konsep Islam telah ditegaskan bahwa Alloh menciptakan alam semesta ini untuk diamanatkan kepada manusia sebagai Khalifah di muka bumi
[2]. Dan manusia sendiri hendaknya berfikir kembali untuk mengeksploitasi alam dengan mempertimbangkan faktor konservasi dan daur ulang dari eksploitasi tadi.
Di dalam memberdayakan alam untuk tujuan pembangunan, hendaknya setiap elemen masyarakat – yang berkepentingan – untuk terlibat aktif sebagai subjek penentu dan perubah di dalam menentukan arah dan prioritas pembangunan.


Setiap angota masyarakat atau setiap kelompok masyarakat merupakan pemilik pembangunan dengan segala proses yang dihasilkannya. Karena pembangunan secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan setiap anggota masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat atau rakyat adalah subjek bagi pembangunan, dan bukan obyek dari pembangunan
[3]. Sebagai subyek, rakyat berhak untuk melakukan proses re-identifikasi persoalan pembangunan. Untuk itu proses dialog antara rakyat dengan negara dapat lebih ditinggikan dari sisi kualitas dan diperbanyak dari sisi kuantitas.

Nilai-nilai itu sama dengan konsep-konsep dan cita-cita yang menggerakkan perilaku individual dan kolektif manusia dalam kehidupan mereka.Tesis pokok di dalam Islam nilai-nilai ini adalah Tauhid
[4]. Dengan bahasa lain nilai adalah standar atau asas yang dipakai sebagai dasar (sadar atau tidak) dalam diri manusia yang bersangkutan untuk membuat judgement mengenai apa saja. Nilai ini tidak dapat dijamah seperti adat istiadat, budi pekerti, disiplin, hukum dan gagasan-gagasan vital[5].
Dengan pluralitas budaya Indonesia, maka perlu disepakati beberapa titik persamaan persepsi tentang sistem nilai yang dianut secara nasional
[6]. Aplikasinya, pembangunan Indonesia – dengan menganut sistem desentralisasi seperti halnya semangat UU No. 22 dan 25 tahun 1999 – harus sinergis dan simultan, sesuai dengan analisis kebutuhan dan prospektus bagi masyarakat sekitarnya[7]. Sebagai sebuah pengingatan, para bapak pendiri bangsa (founding father) ini telah memprioritaskan pembangunannya dalam pembangunan jiwa atau jati diri bangsa[8].

[1] Soedjatmoko, Dimensi Manusia dalam Pembangunan Hal. xxiii
[2] Ibid, hal 84-85
[3] Refleksi dari visi Paolo Freire di dalam Pendidikan kaum tertindas. Cetakan LP3ES. Visi Paolo Freire ini lebih ditonjolkan di dalam perubahan radikal konsep pembelajaran. Namun, jika dilihat lebih jauh lagi konsep Paolo Freire ini telah merubah komunitas petani di Amerika Selatan (Brazilia) untuk berani menentukan jati diri mereka, ketika berhadapan dengan para pemilik modal dan penguasa yang korup.
[4] Ziauddin Sardar, Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, hal. 45.
[5] Daoed Joesoef, “Krisis metafisis dalam ilmu pengetahuan”, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan, Tekhnologi dan Seni dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Bangsa Indonezia, Saswinadi et.al (editors), Penerbit ITB Bandung, 1991 halaman 89-90.
[6] Pasal 30 UUD 1945, “Pemerintah Memajukan Kebudayaan Nasional”.Pluralitas kebudayaan nasionalinijuga tercermin di dalam semboyan egarakita,yaitu Bhineka Tunggal Ika.
[7] Analogi sistem kebudayaan yang diterapkan di dlam pembangunan ini seperti konsep LAN (Local Area Network). Dimana server /negara mempunyai data yang jelas mengenai profil, kondisi geografis, geologis, demografis sebuah daerah. Sehingga ketika pembangunan ekonomi kerakyatan diterapkan akan terjadi subsidi silang di antara daerah-daerah yang membutuhkannya. Atau ketika sebuah work station (anggap WSA) membutuhkan data, ia tianggal meminta data ke work station (anggap WSB) yang lain. Tanpa harus men-saving data dari WSA ke disket, untuk dibuka di WSB.
[8] Semangat prioritas pembangunan di negaa kita ini sudah terefleksikan di dalam lagu kebangsaan kita Indonesia Raya, … Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya

Tidak ada komentar:

MENGENAL CRITICAL RAW MATERIAL (CRM) – 10: MINERAL PEMBAWA LTJ (RARE EARTH)

Denny Noviansyah Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth Element (REE) adalah 17 unsur dalam kelompok lantanida yang terdapat dalam tabel u...