Custom Search

Kamis, 11 Juni 2009

Industri Pasca Krisis

Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat te¬lah berkembang menjadi masalah serius. Gejolak terse¬but mulai mempengaruhi stabilitas ekonomi global di beberapa kawasan. Menurut perspektif ekonomi, per¬dagangan antar satu negara dengan negara lain saling berkaitan, misalnya melalui aliran barang dan jasa. Im¬por suatu negara merupakan ekspor bagi negara lain. Dalam hubungan yang sedemikian, dimungkinkan re¬sesi di satu negara akan menular dan mempengaruhi secara global, karena penurunan impor di satu tempat menyebabkan tertekannya ekspor di tempat lain.
Penanganan dampak krisis membutuhkan regulasi yang cepat dan tepat. Di setiap negara cara penan¬ganannya dapat dipastikan akan berbeda, sebagaima¬na dampak krisis ekonomi yang juga berbeda. Secara umum, negara yang paling rentan terhadap dampak krisis adalah negara yang fundamental ekonomi do¬mestiknya tidak kuat. Lemahnya fundamental ekonomi sebuah negara salah satunya dapat disebabkan oleh kebijakan yang tidak tepat. Salah satunya berkaitan dengan posisi bank sentral yang memiliki kewajiban mengatur kebijakan moneter. Bank sentral tentu akan memiliki kekuatan intervensi dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi, misalnya kredit macet ataupun gelembung subprime.
Pemerintah optimistis akan mampu men¬gatasi dampak krisis keuangan dunia kali ini. Dalam mengatasinya memang dibutuhkan ketenangan se¬mua pihak agar dapat senantiasa berpikir rasional un-tuk mencarikan jalan dan solusi. Meskipun tidak seluruh masalah berada di jangkauan wilayah kebijakan dan wewenang pemerintah, partisipasi dan peran serta se¬mua pihak dalam mengatasi dampak krisis keuangan global mutlak dibutuhkan.
Dari tatanan perekonomian dunia yang tidak aman dan tidak adil menyebabkan bumi kita dalam keadaan bahaya. Jika tatanan perkonomian seperti ini terus berjalan tanpa ada upaya untuk mengubah atau memperbaikinya, maka dapat dipastikan krisis setiap saat dapat terjadi. Oleh karena itu tatanan perekonomian dunia harus diperbaiki dan ditata kembali agar lebih mencari aman dan stabil, agar lebih adil dan memberikan manfaat secara merata pada semua bangsa.
Kita semua perlu mencari dan mengetahui penyebab utama dari tidak stabil, tidak aman, dan tidak adilnya perekonomian dunia saat ini. Ada 3 (tiga) faktor penyebabnya yaitu: Pertama, Di dunia ini banyak berlangsung atau terjadi yang disebut dengan imbalances, ketimpangan yang mendasar. Ketimpangan antara negara kuat, negara maju dan negara kaya dengan negara lemah, negara terbelakang dan negara miskin. Mismatch atau ketimpangan antara supply dengan demand, antara global production dengan global consumption. Ketimpangan atau ketidakmerataan bagi yang memiliki sumber daya alam dari negara-negara di dunia ini, teknologi maupun capital termasuk financial capital. Kemudian power arrangement yang juga menyiratkan sesuatu yang tidak simetris, tidak membangun level playing field misalnya negara maju, negara belum maju, termasuk betapa besar dan kuatnya peran multinational corporations.
Penyebab kedua, terjadinya ekonomi gelembung yaitu ekonomi yang ada itu hanya di permukaan ternyata bukan real economy tapi lebih bersifat money economy. Terjadi spekulasi yang berlebihan, yang melebihi batas kepatutan sehingga sering kali kita melihat sebuah ekonomi negara tertentu, daerah tertentu yang bergerak itu tidak mencerminkan kekuatan ekonomi yang riil.

Penyebab ketiga, adalah yang berkaitan dengan rules, governance dan institution dari perekonomian global. Ada yang mengatakan rules, governance itu dianggap hanya menguntungkan negara-negara pemilik kapital, negara-negara yang powernya kuat dan menguntungkan multinational corporation. Ada juga rules dan governance itu tidak dijalankan oleh lembaga yang dianggap membawakan, menyuarakan semua kepentingan bangsabangsa. Ada juga yang mengatakan lembaga-lembaga internasional yang diciptakan pasca perang dunia kedua, Brighton Woods, seperti IMF, World Bank, WTO itu dinilai tidak berhasil untuk mengatasi berbagai permasalahan di dunia ini.
Untuk mengantisipasi dampak krisis keuangan glob¬al Presiden Susilo Bam¬bang Yudhoyono telah memberikan 10 (sepuluh) arahan yang di¬maksudkan untuk mempertahankan kestabilan pertum¬buhan ekonomi Indonesia sebagai berikut:

1. Semua kalangan harus tetap optimis, dan bersinergi untuk memelihara momentum pertum¬buhan ekonomi dan mengelola serta mengatasi dampak krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat. Oleh sebab itu, kita semua tidak boleh panik dan harus tetap menjaga kepercayaan masyarakat.
2. Dengan kebijakan dan tindakan yang te¬pat, serta dengan kerja keras dan upaya maksimal, nilai pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan sebesar 6 persen. Komponen yang perlu dijaga antara lain: konsumsi, belanja pemerintah, investa-si, ekspor, dan impor. Tindakan yang perlu dilaku¬kan adalah pemanfaatan perekonomian domestik dan mengambil pelajaran dari krisis 1998, di mana sabuk pengaman perekonomian domestik adalah sektor UMKM, pertanian, dan sektor informal.
3. Optimasi APBN 2009 untuk memacu per¬tumbuhan dan membangun social safety net. Hal- hal yang harus diperhatikan yaitu:
- penyediaan infrastruktur dan stimulasi per¬tumbuhan
- alokasi anggaran penanggulangan kemiski¬nan tetap menjadi prioritas
- defisit anggaran harus “tepat” dan “rasional” atau tidak mengganggu pencapaian sasaran “kembar” (growth with equity)
4. Dunia usaha khususnya sektor riil harus tetap bergerak, agar penerimaan negara tetap ter¬jaga dan pengangguran tidak bertambah.
5. Semua pihak agar cerdas menangkap pe¬luang untuk melakukan perdagangan dan kerjasa¬ma ekonomi dengan negara sahabat.
6. Galakkan kembali penggunaan produk da¬lam negeri sehingga pasar domestik akan bertam¬bah kuat.
7. Memperkokoh sinergi dan kemitraan (part¬nership) pemerintah dengan perbankan dan dunia usaha.
8. Semua kalangan diminta menghindari sikap egosektoral dan memandang remeh masalah. Presiden menegaskan pentingnya kerjasama yang terkoordinir antar instansi terkait.
9. Mengutamakan kepentingan rakyat diatas kepentingan golongan dan pribadi.
10. Semua pihak diminta melakukan komu¬nikasi dengan tepat dan bijak kepada rakyat.


Sebagai implementasi Sepuluh Arahan Presiden tersebut di atas, beberapa langkah kebijakan telah diambil untuk men¬gatasi dan mengantisipasi dampak krisis keuangan global. Rangkuman langkah tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut (Depkominfo, 2008):

1. Kepastian Hukum dan Jaminan Investasi
Mengacu pada krisis ekonomi tahun 1998 langkah-langkah prioritas yang dilakukan pemerintah antara lain: mengutamakan proteksi rakyat kecil, memastikan ketersediaan kebutuhan sehari-hari, biaya kesehatan, pendidikan dan layanan publik lainnya agar tidak men¬galami gangguan.
Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan bebera¬pa insentif untuk memastikan sektor riil terus berger¬ak. Sekalipun gejolak pasar saham dan fiskal banyak dipengaruhi oleh hal-hal di luar jangkauan pemerintah, karena harus tunduk pada hukum global.



2. Perkuat dan Jaga Ketahanan Sektor Riil
Langkah kebijakan pemerintah untuk menjaga agar perekonomian tetap stabil di tengah krisis antara lain dengan mendorong kinerja melalui pemberian insentif dan disinsentif.
Pemerintah akan menerapkan insentif ekspor beru¬pa perbaikan iklim dan pengurangan biaya transaksi ekspor. Kebijakan itu dibuat untuk mencegah imbas krisis keuangan global. Selain itu pemerintah juga akan merestitusi pajak penjualan dan bea masuk termasuk strategi ekspansi ke pasar baru dan mengamankan dari produk ilegal. PP No 1/2007 tentang insentif pajak bagi usaha dan daerah tertentu akan diimplementasikan. Paket kebijakan ekonomi melalui Inpres 5/2008 juga terus dijalankan.
Pemerintah terus berupaya menarik penanam modal luar negeri maupun domestik untuk tetap menanamkan modalnya di sektor riil. Beberapa langkah yang dilaku¬kan diantaranmya perbaikan masalah yang dikeluhkan investor, dan pengendalian impor barang yang bersifat konsumtif melalui peningkatan pengadaan dalam neg¬eri. Untuk dapat meningkatkan ketahanan ekonomi In¬donesia di sektor riil, Pemerintah mendorong sektor swasta untuk meningkatkan pertumbuhan usaha ber¬basis industri manufaktur sehingga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

Adapun basis industri manufaktur yang didorong pertumbuhannya oleh pemerintah adalah:
1. Tekstil dan Produk Tekstil
2. Alas Kaki
3. Keramik
4. Elektronika Konsumsi
5. Pulp dan Kertas
6. Petrokimia
7. Semen
8. Baja
9. Mesin Listrik & Alat Listrik
10. Alat Pertanian
11. Peralatan Pabrik
Pemerintah juga melindungi industri dalam negeri dari membanjirnya produk luar dengan membatasi laju impor serta meningkatkan pengamanan pasar domestik dari produk impor ilegal atau politik dumping.
Pemerintah juga akan melakukan penutupan pelabuhan-pelabuhan gelap, yang sering digunakan se¬bagai sarana penyelundupan barang ilegal, serta mem¬perketat pengawasan bongkar muat barang di pelabu¬han dan sepanjang pantai Indonesia.
Dalam menghadapi krisis keuangan global ini, pe¬merintah juga memberikan perhatian khusus kepada In¬dustri Kecil dan Menengah (IKM), untuk menjaga tetap tersedia lapangan kerja bagi masyarakat pedesaan.
Dalam sektor UKM, pemerintah terus memastikan kelangsungan progran kredit untuk rakyat dan berba¬gai program fasilitasi UKM lainnya. KUKM perlu diting¬katkan karena, sektor KUKM Indonesia ditunjang oleh 48,9 juta unit usaha yang tersebar hamper merata di seluruh wilayah Indonesia.
Kontribusi bagi Kontribusi KUKM terhadap PDB sebesar Rp 1.778 triliun (53,3 persen) dan menyerap tenaga kerja 96 persen. Pemerintah juga mendukung usaha peningkatan hasil komoditi di beberapa sektor usaha. Di sektor pertanian yang mendapat perhatian khusus terhadap pengembangan budidaya udang, kerang, kopi, coklat, ikan segar, dan daging. Semen¬tara, dalam sektor industri terdapat minyak nabati, ge¬tah karet alam, kertas dan kertas koran, serta barang tembaga.
3. Stabilisasi Moneter
Pemerintah melalui Bank Indonesia akan menem¬puh beberapa langkah, yaitu memperkuat likuiditas sektor perbankan, menjaga pertumbuhan kredit pada tingkat yang sesuai untuk mendukung target pertumbu¬han ekonomi, dan mengambil kebijakan neraca pemba¬yaran.
Upaya tersebut diantaranya adalah :
— Antisipasi pengeringan likuiditas global dengan memperkuat sektor perbankan, pertumbuhan kredit dijaga pada level yang tetap mampu mendukung pertumbuhan ekonomi.
— Pencarian pembiayaan defisit anggaran pendapa¬tan dan belanja negara dari sumber nonpasar dan sumber-sumber pembiayaan lainnya, karena pem¬biayaan melalui penerbitan surat utang makin sulit dilakukan.
— Pemantauan neraca pembayaran dengan menjaga momentum arus modal ke dalam negeri.
— Pemantauan penggunaan anggaran kementerian dan lembaga negara.

4. Kebijakan Moneter yang Dikeluarkan
Untuk menjaga stabilisitas keuangan pemerintah menambahkan kreteria menyangkut perubahan nilai simpanan yang dijamin pemerintah melalui UU No. 24/2004 tentang LPS.
Melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), pemer¬intah menaikkan nilai penjaminan nasabah dalam satu bank, dari Rp100 juta menjadi Rp2 miliar. Kenaikan ini mencapai 20 kali lipat dari nilai penjaminan sebelum¬nya.
Dengan kebijakan ini persentase nasabah yang dija¬min bertambah dari 95 persen menjadi 97 persen, atau 78,6 juta dari total nasabah yang kini berjumlah 81 juta orang. Melalui kenaikan jaminan pinjaman ini, pemerin¬tah menegasakan agar masyarakat tidak tidak khawatir dananya akan hilang.

MENGENAL CRITICAL RAW MATERIAL (CRM) – 10: MINERAL PEMBAWA LTJ (RARE EARTH)

Denny Noviansyah Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth Element (REE) adalah 17 unsur dalam kelompok lantanida yang terdapat dalam tabel u...