Custom Search

Senin, 11 Januari 2010

Sekilas tentang Partisipasi Masyarakat

Saat ini hampir seluruh kegiatan pembangunan, pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan metoda pembangunan partisipatif, namun masing-masing kegiatan pembangunan terdapat perbedaan pada target sasaran masyarakat yang direncanakan untuk berperan serta dalam kegiatan perencanaan sampai dengan pelaksanaan pembangunan. Perbedaan tersebut terjadi pada tingkatan kedudukan fungsi dan peran para pelaku dimasyarakat. Misalnya kegiatan pemberdayaan masyarakat di kawasan lindung, dimana masyarakat yang diikut sertakan untuk berperan serta dalam kegiatan perencanaan sampai dengan pelaksanaan pembangunan hanya para pelaku yang mempunyai kedudukan penting saja misalnya tokoh masyarakat, aparat desa atau kelurahan, berbeda dengan yang dilakukan pada program pemberdayaan masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan dimana setiap tahapan kegiatan dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan harus melibatkan warga masyarakat secara keseluruhan tanpa memandang usia, jenis kelamin, kedudukan di masyarakat, dan jenjang pendidikan. Oleh sebab itu makna partisipasi yang dianut oleh masing-masing program pembangunan berbeda-beda dan para ahli telah membuat pengklasifikasian partisipasi dimana terdapat tujuh karakteristik tipologi partisipasi yaitu sebagai berikut :
  1. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteristiknya adalah masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tidak memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional diluar kelompok sasaran belaka.
  2. Partisipasi informatif. Masyarakat menjawab pertanyaan penelitian untuk proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian. Akurasi hasil penelitian, tidak dibahas bersama masyarakat.
  3. Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, menganalisa masalah dan pemecahannya. Belum ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama. Para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.
  4. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan pengorbanan dan jasa untuk memperoleh imbaalan insentif berupa upah, walaupun tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen yang dilakukan masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan setelah insentif dihentikan.
  5. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek, setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara bertahap menunjukkan kemandiriannya.
  6. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan. Cenderung melibatkan metode interdisipliner yang mencari keragaman prespektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan.
  7. Partisipasi mandiri. Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk merubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapat bantuan dan dukungan teknis serta sumber daya yang diperlukan. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada atau digunakan.
Sumpah Pemuda: Partisipasi Masyarakat Awal Abad-20



Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan Pembangunan

Partisipasi masyarakat diartikan sebagai proses yang melibatkan masyarakat umum dalam pengambilan keputusan, perumusan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan serta pembinaan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan berada pada urutan yang sangat tinggi dalam agenda desentralisasi, seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 18/1997 jo UU No.34/2000, UU No.49/1999, UU No. 10/2004, dan UU No.32/2004 [1] .

Ini berarti bahwa undang-undang harus menjamin partisipasi masyarakat. Dengan partisipasi masyarakat diharapkan :

1. Kebijakan atau peraturan yang disusun akan lebih sesuai dengan kenyataan dan memenuhi harapan-harapan masyarakat lokal serta tepat sasaran yang disebabkan didasarkan pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat.

2. Masyarakat akan cenderung lebih mematuhi terhadap kebijakan dan peraturan yang penyusunannya melibatkan masyarakat secara aktif dimana hal ini akan mendorong masyarakat lokal untuk lebih mematuhi dan bertanggungjawab secara sosial.

3. masyarakat akan cenderung ikut mengawasi pelaksanaan kebijakan dan peraturan yang telah ditetapkan bersama dimana hal ini akan mendorong terjadinya kontrol sosial yang makin baik dan masyarakat menjadi sadar hukum.

4. Biaya yang harus dikeluarkan untuk sosialisasi dapat dihemat karena masyarakat sudah mengetahui kebijakan dan peraturan yang disusun dan akan membantu/ikut serta dalam mensosialisasikannya.


[1] Angi, E.M, 2005, Bagaimana kebijakan dapat Dikoordinasikan antara Pusat, Daerah dan Masyarakat. Bogor, indonesia, CIFOR. CIFOR Governance Brief No. 11.

Tidak ada komentar:

Model Pengembangan Rantai Pasok Rumput Laut oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Guna Pemenuhan Kebutuhan Rumput Laut Dan Produk Turunannya

Denny Noviansyah Abstrak Indonesia sebagai negara Maritim mempunyai Panjang pantai seluas 95.181 km 2 . Pesisir pantai mempunyai berbagai je...