Custom Search

Selasa, 13 Maret 2012

POTENSI PENGEMBANGAN ENERGY SERVICES COMPANY (ESCO) DI INDONESIA

1. Latar Belakang

Potensi Penerapan ESCO di Indonesia, sangat memungkinkan. Hal ini ditengarai dengan munculnya Asosiasi Penerapan Konservasi Energi Indonesia (APKENINDO), Komitmen Pemerintah dalam penerapan pengurangan emisi CO2, mekanisme insentif dari Pemerintah, serta munculnya tawaran dari pelaku industri dalam penerapan ESCO di Indonesia.




2. Kondisi Iklim Investasi Penunjang Usaha ESCO

Pada dasarnya, Pemerintah Indonesia sangat mendukung investasi yang mengedepankan efisiensi energi. Meskipun secara spesifik belum ada insentif khusus yang diberikan untuk menunjang hal tersebut, namun pemerintah telah menerbitkan aturan terkait insentif fiskal berupa income tax holiday dan tax allowance bagi industri pionir dan industri yang mempunyai prioritas tinggi.

a. Income tax holiday

Ketentuan income tax holiday tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan dan Pengurangan PPh Barang yang berlaku sejak 15 Agustus 2011. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa pembebasan PPh dapat diberikan dalam jangka waktu 5-10 tahun terhitung sejak investor berproduksi secara komersial di Indonesia. Wajib pajak dapat memperoleh fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan jika memenuhi syarat yang ditetapkan antara lain:

i. usaha yang dikembangkan termasuk industri pionir;

ii. investasi minimal Rp1 triliun;

iii. investor harus menempatkan dana di perbankan Indonesia paling sedikit 10 persen dari rencana total penanaman modal, dan tidak boleh ditarik sebelum direalisasikannya kegiatan penanaman modal; dan

iv. investor juga harus berstatus badan hukum Indonesia yang pengesahannya paling lama 12 bulan sebelum ketentuan ini berlaku.

Sementara yang dimaksud industri pionir, antara lain industri logam dasar, industri pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam, industri yang bergerak dalam bidang permesinan, industri yang bergerak pada bidang sumber daya terbarukan, dan industri peralatan komunikasi.

b. Tax allowance

Ketentuan ini merupakan revisi dari PP No.62 Tahun 2008 tentang fasilitas PPh untuk kegiatan penanaman modal di sektor usaha tertentu dan wilayah tertentu. Dari sebanyak 215 sektor usaha yang diusulkan untuk mendapat insentif pengurangan pajak atau tax allowance, pemerintah hanya menyetujui 128 bidang usaha. Pada tax allowance, fasilitas PPh yang diberikan berupa pengurangan penghasilan netto sebesar 30 % dari jumlah investasi yang dibebankan selama 6 tahun (masing-masing sebesar 5 % per tahun), penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10 %, dan kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Tax allowance diberikan kepada :

i. industri yang mempunyai prioritas tinggi;

ii. industri yang mendukung diversifikasi ekonomi;

iii. industri yang memperkuat struktur industri nasional; dan

iv. industri yang melakukan alih teknologi dan menyerap banyak tenaga kerja. Bagi investor penerima insentif tax allowance tidak berhak mendapat fasilitas insentif tax holiday, begitu pula sebaliknya.



3. Peta Potensi Penerapan ESCO

Secara umum, Peta Persoalan potensi penerapan ESCO di Indonesia, meliputi :

a. Penerapan Demand Side Management (DSM); Demand Side Management merupakan transformasi perubahan paradigma penyediaan energi di Indonesia. Dari pendekatan supply menjadi pendekatan demand. Pendekatan Demand Side Management, ertumpu pada kebutuhan setor industri/transportasi/bangunan komersial dalam memenuhi keutuhan energi masing-masing.

b. Kebijkaan terkait dengan Energi Efisiensi; Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerinta nomor 70 Taun 2009 tentag Onservasi energi. PP ini membutuhkan beberapa regulasi teknis yang terkait dengan Sistem Manajemen energi, manajer energi, standar teknis tentang penerapan energi khususnya di sektor industri.

c. Pengembangan kapasitas ESCO; Kebutuhan untuk pilot project pengembangan ESCO di Jepang, merujuk kepada model dan pola penerapan ESCO di Jepang.

d. Struktur pembiayaan; Penelaahan terhadap model subsidi bagi Industri ESCO maupun Industri pemanfaat bisnis ESCO;

e. Transformasi pasar (melalui pendekatan regulasi); Penciptaan peluang pasar dengan pendekatan Bussiness to Bussiness (B to B) maupun dengan model fasilitasi pemerintah. Beberapa prasyarat kelembagaan yang perlu difasilitasi meliputi, Badan Akreditasi ESCO, Asosiasi ESCO, Standardisasi, peran serta Bank Komersial, dan lain-lain.

f. Pengembangan kapasitas manajer energi; Pengembangan kapasitas manajer energi, merujuk kepada pengalaman Jepang maupun ratifikasi ISO50001 tentang Sistem manajemen energi;

4. Peta Perkembangan ESCO di Beberapa Negara

a. Perkembangan ESCO di Jepang.

Dalam rangka mendorong efisiensi energi, Pemerintah Jepang memberikan insentif bagi investor yang mengelola ESCO berupa subsidi sebesar 1/3 dari investasi yang ditanamkan untuk program ESCO dimaksud. Subsidi tersebut dialokasikan pada tahun fiskal 2003. Selain subsidi dimaksud, Pemerintah Jepang tidak memberikan insentif tambahan, baik yang berupa pembebasan pajak maupun pembebasan bea masuk. Tren pasar ESCO di Jepang untuk sektor industri mengalami volatilitas pergerakan yang cukup signifikan dengan tren meningkat, sedangkan untuk sektor komersial pergerakannya lebih smooth dengan tren yang terus meningkat.

b. Perkembangan ESCO di China

Perkembangan ESCO di Cina dimulai dengan diterbitkannya Energy Conservation Law pada tahun 1998. Kemudian dibentuk asosiasi ESCO yang menjadi independen sejak tahun 2008. Pada tahun 2010, saat ekonomi China tumbuh secara signifikan, tersedia insntif pembiayaan yang besar untuk program konservasi energi. Namun demikian, terdapat beberapa donor yang ikut berpartisipasi dalam upaya konservasi energi di China dengan menyediakan pinjaman maupun subsidi antara lain Bank Dunia, Uni Eropa, dan Inggris. Potensi investasi untuk proyek-proyek efisiensi energi di China pada tahun 2009 senilai sekitar US$2,800 juta.

c. Perkembangan ESCO di Thailand

Dalam rangka mendorong program efisiensi energi, Pemerintah Thailand memberikan insentif keuangan bagi investor yang mengelola ESCO berupa tingkat bunga yang khusus, misalnya untuk dana bergulir bunganya sebesar 0,5% dan untuk pinjaman dari institusi keuangan bunganya di bawah 4%. Selain itu, Pemerintah Thailand juga memberikan insentif perpajakan, antara lain pengurangan pajak pendapatan sebesar 125% dari biaya investasi pada sektor efisiensi energi, pengurangan pajak pendapatan dengan penghematan energi aktual, dan pembebasan pajak pendapatan perusahaan dan bea masuk untuk peralatan manufaktur yang menunjang efisiensi energi. Tren pasar ESCO di Thailand untuk sektor industri mengalami peningkatan.

d. Perkembangan ESCO di India

Pertumbuhan sektor industri di India meningkat secara signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan penerimaan yang terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2003-2007, total penerimaan program ESCO mengalami kenaikan sebesar 95.6% secara tahunan. Di India, proyek ESCO umumnya dikelola dengan skema penjaminan simpanan, selain dengan skema pembagian simpanan.

LIMBAH INDUSTRI TAHU DAN TEKNOLOGI BIOGAS AIR LIMBAH TAHU GUNA MEWUJUDKAN PENERAPAN ENERGY BARU TERBARUKAN SECTOR INDUSTRI KECIL MENENGAH


Limbah yang dihasilkan oleh IKM tahu meliputi diantaranya ; limbah padatan dan air limbah hasil proses produksi.

1. Limbah Padatan Industri Tahu

Limbah industri tahu pada umumnya dibagi menjadi 2 (dua) bentuk limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat pabrik pengolahan tahu berupa kotoran hasil pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain yang menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut dengan ampas tahu. Limbah padat yang berupa kotoran berasal dari proses awal (pencucian) bahan baku kedelai dan umumnya limbah padat yang terjadi tidak begitu banyak (0,3% dari bahan baku kedelai). Sedangkan limbah padat yang berupa ampas tahu terjadi pada proses penyaringan bubur kedelai. Ampas tahu yang terbentuk besarannya berkisar antara 25-35% dari produk tahu yang dihasilkan.

2. Air Limbah Industri Tahu

Pada proses produksi tahu berasal dari proses perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi tahu, penyaringan dan pengepresan/pencetakan tahu. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih (whey). Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurah ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih i. Limba




Gambar 1. Air limbah hasil proses produksi tahudahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari lingkungan.


3. Pengolahan Limbah Padat Industri Tahu

Limbah padat industri tahu meliputi ampas tahu yang diperoleh dari hasil pemisahan bubur kedelai. Ampas tahu masih mengandung protein yang cukup tinggi (Tabel 2) sehingga masih dapat dimanfaatkan kembali. Ampas tahu masih mengandung protein 27 gr, karbohidrat 41,3 gr, maka dimungkinkan untuk dimanfaatkan kembali menjadi kecap, tauco, tepung yang dapat digunakan dalam pembuatan berbagai makanan (kue kering, cake, lauk pauk, kerupuk, dll). Pada pembuatan kue dan aneka makanan, pemakaian tepung tahu tersebut dapat disubstitusikan ke dalam gandum. Pemakaian tepung ampas tahu sebagai bahan substitusi gandum mempunyai manfaat antara lain dihasilkannya suatu produk yang masih mempunyai nilai gizi dan nilai ekonomi serta lingkungan menjadi bersih.

Tabel 2. Komposisi Kimia Ampas Tahu

Unsur

Nilai

Kalori

kal

414

Protein

g

26,6

Lemak

g

18,3

Karbohidrat

g

41,3

Kalsium

mg

19

Fosfor

mg

29

Besi

mg

4,0

Vit.B

mg

0,20

Air

g

9,0

Sumber : ( KLH Propinsi Jawa Tengah, 2006)

Karena sifat penggunaan tepung limbah tahu ini sifatnya sebagai bahan pengganti, maka pada proses pembuatan makanan maupun pakan ternak, selalu diawali dengan pembuatan tepung limbah padat tahu terlebih dahulu. Proses pembuatan tepung serat ampas tahu yaitu sejumlah limbah padat tahu (ampas tahu), diperas airnya selanjutnya dikukus ± 15 menit. Ampas yang sudah dikukus, diletakkan diatas nyiru atau papan, selanjutnya dijemur diterik matahari ataupun dikeringkan dengan oven. Apabila dilakukan pengeringan dengan oven, dipakai temperatur 100oC selama 24 jam. Setelah kering dihaluskan dengan cara digiling atau diblender dan diayak. Simpan tepung tahu ditempat yang kering. Bentuk tepung seperti ini tahan lama, dan siap menjadi bahan baku pengganti tepung terigu atau tepung beras untuk berbagai makanan. Penambahan bahan lain disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan produk apa yang akan dibuat. Ampas tahu kebanyakan oleh masyarakat digunakan sebagai bahan pembuat tempe gembus. Hal ini dilakukan karena proses pembuatan tempe gembus yang mudah (tidak perlu keterampilan khusus) dan biayanya cukup murah. Selain tempe gembus, ampas tahu juga diolah untuk dijadikan pakan ternak. Proses pembuatannya yaitu campuran ampas tahu dan kulit kedelai yang sudah tidak digunakan dicampur dengan air, bekatul, tepung ikan dan hijauan, lalu diaduk hingga tercampur rata, kemudian siap diberikan ke hewan ternak. Beberapa produk makanan dan aneka kue yang dibuat dengan penambahan tepung serat ampas tahu adalah lidah kucing, chocolate cookie, cake (roti bolu), dan kerupuk ampas tahu

4. Pengolahan Air Limbah Industri Tahu

Sebagian besar industri tahu merupakan industri kecil (home industry), yang notabene adalah masyarakat pedesaan dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah, maka operasional pengolahan air limbah menjadi salah satu pertimbangan yang cukup penting. Untuk pengolahan air limbah industri tahu biasanya dipilih sistem dengan operasional pengolahan yang mudah dan praktis serta biaya pemeliharaan yang terjangkau. Pemilihan sistem pengolahan air limbah didasarkan pada sifat dan karakter air limbah tahu itu sendiri. Sifat dan karakteristik air limbah sangat menentukan didalam pemilihan sistem pengolahan air limbah, terutama pada kualitas air limbah yang meliputi parameter-parameter pH, COD (Chemical Oxygen Demand), BOD (Biological Oxygen Demand), dan TSS (Total Suspended Solid).

5. Teknologi Biogas Air Limbah Tahu

Reaktor biogas atau yang sering disebut sebagai biodigester yaitu suatu bangunan kedap gas berbentuk kubah setengah bola berfungsi untuk menangkap gas metana dari tempat bahan organik mengalami fermentasi . Pada IKM pedesaan industri tahu, gas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber energi untuk keperluan domestik seperti memasak atau keperluan lain yang disalurkan melalui pipa PVC

Reaktor biogas terdiri dari digester dan bak pelimpahan , reaktor ini dapat diisi secara terus menerus dengan air limbah hasil produksi industri tahu. Reaktor ini mencakup semua kebutuhan untuk menghasilkan gas metana melalui proses anaerobik ( tidak memerlukan oksigen).

Secara umum proses anaerobik akan menghasilkan gas Methana (Biogas). Biogas

(gas bio) adalah gas yang dihasilkan dari pembusukan bahan-bahan organik oleh bakteri pada kondisi anaerob (tanpa ada oksigen bebas). Biogas tersebut merupakan campuran dari berbagai macam gas antara lain : CH4, CO2, O2, N2, CO dan H2. Sifat penting dari gas metan ini adalah tidak berbau, tidak berwarna, beracun dan mudah terbakar. (KLH Propinsi Jawa Tengah , 2006).

Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida. Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara anaerob :

anaerob

Bahan organik -------------------------------------- > CH4+ CO2+ H2+ N2+ H2O

mikroorganisme

Proses fermentasi anaerobik untuk menghasilkan biogas berlangsung dalam 4

tahap secara berantai, yaitu:

1. Tahap Hidrolisa

Hidrolisa senyawa organik baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar (polimer) menjadi senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh enzim-enzim ekstraseluler dalam tubuh bakteri hidrolitik.

Reaksi :

( C6H10O5)n (s) + nH2O (l) -----------------------------.> nC6H12O6 (aq)

2. Tahap Acidogenesis

Pengubahan senyawa sederhana menjadi asam organik yang mudah menguap seperti asam asetat, asam butirat, asam propionat dan lain-lain. Dengan terbentuknya asam organik maka pH akan terus menurun namun pada waktu yang bersamaan akan terbentuk buffer yang akan menetralisisr pH.

Reaksi :

C6H12O6 (aq) ----------------------- > 2C2H5OH (aq) + 2 CO2 (g)

3. Tahap acetogenesis

Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik sederhana (monomer) dilakukan oleh bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi acids/farming bacteria dan acetogenic bacteria. Asam propionat dan butirat diuraikan oleh bakteri acetogenik menjadi asam asetat.

Reaksi :

a) C2H5OH(aq) + 2H2O (l) ------------ > CH3COOH (aq) + 3H2 (q)

b) CH3CH2COOH (aq) + 2H2O -------- > CH3COOH (aq) + 3 H2 (aq) + CO2 (g)


3. Tahap Metanogenesis

Merupakan tahap dominasi perkembangan sel mikroorganisme dengan spesies

tertentu yang menghasilkan metana. Pada tahap ini terjadi konversi asam organik

menjadi metana, karbon dioksida, dan gas-gas lain seoerti hidrogen sulfida, hidrogen dan nitrogen. Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari sub divisi acetocalstic methane bacteria seperti Methanococcus, Methanosarcina, Methanobacillus dan Methanobacterium yang menguraikan asam asetat menjadi metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida dan hidrogen yang terbentuk dari reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi metana dan air. Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan.

Reaksi :

2n ( CH3COOH) (aq) -------------- . 2nCH4 (q) + 2n CO2 (q)

Faktor – faktor yang mempengaruhi produksi biogas antara lain :

1. Kondisi anaerob

Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme anaerob. Oleh sebab itu maka reaktor biogas harus dalam keadaan anaerob


2. Bahan Baku Isian

Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, limbah pertanian, sisa dapur dan sampah organik. Bahan baku isian harus terhindar dari bahan - bahan anorganik seperti deterjen, pasir , tanah, batu , plastik dan beling.

Bahan isian ini harus mengandung berat kering sekita 7 – 9 % . Keadaan ini dapat dicapai dengan cara menambahkan air dengan perbandingan 1 : 1-2 ( bahan baku air )


3. Temperatur

Proses anaerob biasanya berlangsung pada temperatur 30 – 38oC atau pada temperatur 49 – 58 oC ( termofilik) dan harus sangat diperhatikan mengingat organisme berkembang pada temperatur berbeda.

4. pH

Keasaman (pH) optimal bagi kehidupan organisme adalah 6,8 – 7,8. Pada tahap awal fermentasi bahan organik akan terbentuk asam-asam organik yang akan menurunkan pH . Mencegah terjadinya penurunan pH dapat dilakukan dengan penambahan Ca(OH)2 atau CaCo3. Penambahan NaHCO3 dapat meningkatkan alkalinitas dari suatu larutan fermentasi.

4. Starter

Strater diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik menjadi biogas. Starter merupakan mikro organisme perombak yang telah dijual komersial.

5. Rasio C/N

Bakteri pembentuk metana umumnya menggunakan karbon sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan nitrogen dibutuhkan untuk membangun struktur sel. Biasanya karbon yang dibutuhkan 25 – 30 kali lebih banyak dibanding dengan nitrogen.

6. Meningkatkan Nilai Kalor ( Panas) Pada Biogas

Pada proses fermentasi bahan organic menjadi biogas bukan hanya metana yang dihasilkan, CO2 dan H2S serta N2 juga dihasilkan dari proses fermentasi tersebut. Adanya gas CO2, H2S dan N2 menyebabkan panas yang dihasilkan biogas tidak sebesar gas LPG atau LNG. . Beberapa teknik yang dipakai untuk meningkatkan panas yang dikandung oleh Biogas antara lain ;

Penambahan NaOH secara kontinyu ke dalam reaktor.

Penambahan larutan NaOH secara terus menerus ke dalam reaktor dimaksud untuk mengurangi kadar CO2 , NaOH mengabsorb CO2 sehingga perbandingan CO2 dan NH4 dalam biogas menjadi lebih tinggi NH4.

a. Mencampur dengan LPG

Pencampuran biogas dengan LPG dimaksud guna meningkatkan nilai panas dari biogas. Pencampuran ini juga dimaksud agar biogas dapat memiliki kualitas setara dengan gas pipeline

LPG yang dicampur dengan biogas tentulah dimaksud agar menghemat penggunaan LPG yang merupakan produk samping dari industry permiminyak nyakan. LPG yang dicampur biogas dikenal dengan nama LPG renewable.

b. Absorbsi H2S

Sebagaimana diketahui bahwa H2S merupakan salah satu polutan dalam gas H2S. Usaha mengurangi kandungan H2S sama artinya dengan meningkatkan kemurnian biogas. Absorsi H2S dilakukan dengan proses kimia yaitu dengan mengabsorbsi H2S menggunakan kelat besi. Cara ini dianggap efisien mereduksi H2S dari biogas karena kemampuan yang tinggi dari kelat besi dalam mengabsorbsi H2S sehingga pemakaian bahan kimia tidak banyak. Sifat kelat besi yang pseudo katalis menyebabkan kelat besi dapaat dipakai berulang – ulang sehingga menghemat biaya pemurnian H2S.

7. Biogas Merupakan Sumber Energi Yang Aman Bagi Masyarakat Pedesaan

Seiring dengan semakin berkurangnya cadangan energi fosil dan sulitnyya mendapatkan sumber energy yang murah maka bigas adalah salah satu solusi dari kondisi kelangkaan energy tersebut. Selain murah dan ramah lingkungan, biogas dapat dihasilkan dari hampir semua limbah organik

Bagi masyarakat pedesaan, penyediaan sumber energi baru harus diiringi dengan kompatibilitas teknologi yang digunakan untuk menyediakan teknologi tersebut. Selain mudah dalam aspek operasional, teknologi tersebut juga aman digunakan oleh masyarakat di pedesaan.

Pada teknologi biogas, gas yang dihasilkan memiliki panas yang tidak sebesar gas LPG. Hal dapat saja dianggap sebagai salah satu kelemahan dari biogas, namun bagi masyarakat pedesaan justru hal inilah yang meningkatkan daya terima masyarakat terhadap teknologi biogas tersebut. Adapun alasannya adalah ;

a. Biogas dianggap aman oleh masyarakat pedesaan karena biogas tidak mudah terbakar dan meledak sehingga menghilangkan kekhawatiran akibat ledakan gas seperti pada gas LPG.

b. Padatan yang tertimbun pada reaktor mudaah dibersihkan dan dapat digunakan sebagai pupuk organik bagi tanaman budidaya.

c. Komponen reactor dan kompor seperti selang, pipa, kran KITZ dan kompor gas dapat diperoleh dengan mudah di tingkat lokal.

d. Kompor untuk biogas dapat digunakan kompor LPG yang telah dimodifikasi bagian selang pemasukannya sehingga dapat mmemakai kompor gas yang telah dimmiliki oleh hamper semua rumah tangga di pedesaan.

8. Komponen Instalasi Biogas Type Fixed Dome

Konstruksi reaktor biogas secara umum terdiri dari bagian pencampur, bagian utama reaktor dan bagian pembuangan hasil fermentasi. Fungsi dari masing – masing komponen adalah sebagai berikut :

1. Saluran masuk slurry ( air limbah/ kotoran segar )

Saluran ini digunakan untuk memasukkan slurry ke dalam reaktor utama. Pencampuran ini berfungsi untuk memaksimalkan potensi biogas, memudahkan pengaliran, serta menghindari terbentuknya endapan pada saluran masuk.


2. Saluran keluar residu

Saluran ini digunakan untuk mengeluarkan kotoran yang telah difermentasi oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan pronsip kesetiumbangan tekanan hidrostatik. Residu yang keluar pertama kali merupakan slurry masukan yang pertama setelah waktu retensi tertentu ( 20 – 30 hari ).

3. Katup pengaman tekanan ( control valve)

Katup pengaman ini digunakan sebagai pengatur tekanan gas dalam reaktor biogas. Katup pengaman ini menggunakan prinsip pipa T. Bila tekanan gas dalam saluran gas lebih tinggi dari kolom air, maka gas akan keluar melalui pipa T, sehingga tekanan dalam reaktor biogas akan turun.

4. Sistem Pengaduk

Pengadukan dilakukan dengan berbagai cara, yaitu pengadukan mekanis, sirkulasi substrat reaktor biogas, atau sirkulasi produksi biogas ke atas reaktor biogas menggunakan pompa. Pengadukan ini bertujuan untuk mengurangi pengendapan dan meningkatkan produktifitas reaktor biogas karena kondisi subsrat yang seragam.

5. Saluran Gas

Saluran gas ini disarankan terbuat dari bahan polimer atau plastik seperti pipa paralon untuk menghindari korosi. Ujung saluran pipa bisa disambung dengan pipa baja anti karat untuk bagian pembakaran gas.

6. Tangki Penyimpanan Gas

Terdapat dua jenis tangki penyimpanan gas , yaitu sumur pencerna bersatu dengan tangki pengumpul gas (floating dome) dan terpisah dengan pengumpul gas (fixed dome). Untuk tangki terpisah , konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan tekanan yang terdapat dalam tangki seragam, serta dilengkapi H2S removal untuk mencegah korosi


Gambar 2 , menyajikan skema reaktor biogas type fixed dome dimana reaktor type ini yang diterapkan pada industri tahu
di

desa Cikembulan Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas sebagai lokasi kegiatan Pilot Project Diversifikasi Energi Pada Sentra Industri Tahu di Banyumas
pada Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup, Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri, Kementerian Perindustrian TA 2010.


Sumber : Laporan Pengkajian dan Penerapan Diversifikasi Energi sektor Industri 2010.

Model Pengembangan Rantai Pasok Rumput Laut oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Guna Pemenuhan Kebutuhan Rumput Laut Dan Produk Turunannya

Denny Noviansyah Abstrak Indonesia sebagai negara Maritim mempunyai Panjang pantai seluas 95.181 km 2 . Pesisir pantai mempunyai berbagai je...