Custom Search

Rabu, 24 Oktober 2007

PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PERSFEKTIF HUKUM

Pendahuluan
Indonesia memiliki reputasi internasional yang buruk dari segi korupsi. Negara dengan 200 juta penduduk ini, pada tahun 2004 tercatat sebagai negara ke-5 terkorup di dunia dari 146 negara. Peringkat yang baru dikeluarkan oleh transparansi internasional tersebut menunjukkan bahwa Indonesia satu tingkat lebih buruk dari peringkat tahun lalu. Orang Indonesia mengakui hal ini. Mereka mengibaratkan korupsi sebagai penyakit yang harus dibasmi, dengan memaparkan setiap kasus yang diketahui. Korupsi turut menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Dalam koneks anggaran public, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia seperti saringan yang secara rutin membocorkan dana-dana publik. Sebagian masalah ini mencerminkan cara anggaran tersebut disusun dan ditinjau. Anggaran tidak didasarkan atas dampak atau hasil menyeluruh atas anggaran pembangunan dan anggaran rutin, yang menimbulkan resiko berat bahwa pembelanjaan diduplikasi dan dana – dana dialijkan untuk tujuan yang bukan peruntukannya.

Demi terjaminnya akuntabilitas, Pemerintah telah melakukan berbagai usaha demi terwujudnya penegakan hukum melalui upaya penguatan dan melakukan pembenahan peraturan perundangan mengenai Tindak Pidana Korupsi.

Definisi Hukum
Definisi Hukum yang lebih modern, di tulis dalam beberapa literature misalnya hukum adalah titik temu segala kepentingan di masyarakat yang dapat membantu dan meringankan beban individu di masyarakat dengan membebaskan kepentingan individu yang lain. Hukum menurut L.J. Van Apeldoorn sulit untuk didefinisikan, karena hukum memiliki banyak segi, demikian luasnya maka tidak mungkin orang menyatukan dalam satu rumusan secara memuaskan.

Immanuel Kant berpendapat hukum ialah, keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas orang lain, -menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan. Dan menurut E.Utrect, hukum yaitu himpunan peraturan-peraturan yang berupa perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.

Tujuan hukum
Hukum bertujuan mengatur pergaulan hidup manusia secara damai atau menciptakan keseimbangan kepentingan masing-masing anggota masyarakat, sehingga terciptanya masyarakat yang adil dan damai, dengan menerapkan hukuman dan perlindungan yang seimbang. Kedamaian merupakan syarat mutlak terciptanya harmonisme kehidupan sosial, dan keadilan menjadi harapan dari tegaknya supremasi hukum di masyarakat. Aristoteres mengatakan keadilan terbagi dua :

1. keadilan distributive, keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah yang sesuai dengan jasanya.
2. keadilan komutatif, keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah yang sama banyaknya, tanpa mengingat jasa masing-masing.

Sementara Bentham berpendapat hukum bertujuan menjamin adanya kebahagiaan yang sebanyak-banyaknya kepada orang yang sebanyak-banyaknya pula (the greatest happiness for the greatest number). Sedangkan Soejono Dirdjosisworo melihat dari sisi lain, bahwa hukum bertujuan melindungi individu dalam hubungannya dengan masyarakat, sehingga diharapkan dapat terwujud keadaan aman, tertib dan adil.
Terakhir, Mochtar Kusumaatmaja menekankan bahwa Ketertiban merupakan tujuan pokok dan pertama dalam segala hukum. Ketertiban merupakan syarat pokok bagi masyarakat yang teratur : Di samping ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya.

Fungsi hukum
Selain memiliki tujuan, hukum juga mempunyai beberapa fungsi antara lain :
1. Sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Seperti dijelaskan diatas, harmonisasai masyarakat merupakan cita-cita dari adanya hukum, untuk menuju harmonisasi tersebut, ketertiban dan keteraturan mutlak diwujudkan.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan bathin. Hukum juga memberi harapan untuk mewujudkan rasa adil terhadap siapapun, meskipun keadilan itu amat abstrak untuk diwujudkan, tetapi hukum dapat memberi spirit untuk mewujudkan impian akan keadilan.
3. Sebagai alat penggerak pembangunan. Bergeraknya pembangunan tak mungkin terwujud jika tidak didukung oleh keteraturan, ketertiban dan kedisiplinan, hukum adalah media untuk menegakan nilai-nilai tersebut di masyarakat, sehingga keteraturan, ketertiban dapat menjaga dan mendorong gerak pembangunan.
4. Sebagai alat kritis. Hukum juga berfungsi sebagai media kritis atas tindak kesewenang-wenangan, baik penguasa atau masyarakat, sehingga masyarakat tetap berada pada koridor hukum yang sudah ditetapkan.
5. Sebagai sarana menyelesaikan pertikaian. hukum juga menjadi sarana penyelesaian konflik di masyarakat. terutama masyarakat yang rentan terhadap konflik, maka kehadiran hukum mutlak diperlukan.

Hukum Dan Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Kekuasaan juga telah merenggut hak pribadi orang lain demi kepentingan penguasa (Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, 2002). Sedangkan untuk menekan kehendak, hukum menjadi alat dalam menjalankan fungsi kekuasaan. Hukum dan kekuasaan memiliki keterkaitan yang erat, saling mempengaruhi dan memanfaatkan.

Untuk itu, hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaan penegakannya, sebaliknya kekuasaan itu ditentukan batas-batasnya oleh hukum. Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan : kekuasaan tanpa hukum adalah kesewenang-wenangan, sehingga sifat khas kekuasaan adalah cenderung merangsang yang memilikinya untuk lebih berkuasa lagi (power trend to corrupt).

Kekuasaan harus tunduk pada hukum, agar kekuasaan itu bermanfaat harus ditetapkan ruang lingkup, arah & batas-batasnya oleh sumber hukum, agar kekuasaan tidak berjalan liar dan anarkis tanpa kendali, maka hukum dan sumber hukum menjadi penting Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal; artinya dari mana hukum itu dapat ditemukan, dari mana asal mulanya hukum, di mana hukum dapat dicari, atau hakim menemukan hukum tersebut.

Hukum Formal
Sumber-sumber hukum formal membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi aturan-aturan hukum, membentuk hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi sumber hukum formal ini merupakan sebab (causa efficients) dari berlakunya aturan-aturan hukum. Yang termasuk hukum formal antara lain :

1. Undang-undang
Undang-undang identik dengan hukum tertulis (ius Scripta) sebagai lawan dari hukum yang tidak tertulis (ius non scripta). Pengertian hukum tertulis sama sekali tidak terlihat dari wujudnya yang ditulis dengan alat tulis. Artinya istilah tertulis tidak dapat diartikan secara harfiah. Istilah tertulis di sini dirumuskan secara tertulis oleh pembentukan hukum khusus (speciali rechtsvormende organen).

2. Kebiasaan
Sebagian Yuridis memahami sebagai “hukum tak tertulis”, bagi masyarakat Indonesia kini hukum tak tertulis ataupun hukum kebiasaan tidak lagi identik dengan “hukum” adat, sebab yang dikenal dalam kehidupan bangsa-bangsa hanya adat, bukan “hukum adat”, melainkan juga kebiasaan-kebiasaan yang baru muncul dan jelas bukan dari adat-istiadat.

3. Traktat atau perjanjian international
Perjanjian international atau traktat juga termasuk sumber hukum karena harus memenuhi persyaratan formal tertentu agar dapat diterima sebagai perjanjian (treaty) atau perjanjian international. Secara umum perjanjian international terbagi atas dua jenis yaitu :

a. treaty yang merupakan perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk memperolah persetujuan sebelum diratifisir/disahkan oleh presiden.
b. agreement yang merupakan perjanjian yang akan disampaikan kepada DPR hanya untuk diketahui setelah disahkan oleh presiden.

4. Yurisprudensi
Sudikno (1986:89) mengartikan yurisprudensi sebagai peradilan pada umumnya (judicature,rechtspraak), yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkret terhadap tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh suatu negara serta bebas dari pengaruh apapun atau siapa pun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat.
Dalam arti sebagai putusan pengadilan, yurisprudensi terbagi menjadi dua macam, yaitu :
a. yurisprudensi (biasa) yaitu seluruh putusan peradilan yang telah memiliki kekuatan pasti yang terdiri dari :
- putusan perdamaian (dalam perkara perdata)
- putusan pengadilan negeri yang tidak dibanding
- putusan pengadilan tinggi yang tidak dikasasi
- seluruh putusan Mahkamah Agung
b. yurisprudensi tetap (vaste jurisprudenstie) yaitu putusan hakim yang selalu diikuti oleh hakim lain dalam perkara sejenis.

5. Doktrin.
Doktrin adalah pendapat pakar senior yang biasanya merupakan sumber hukum, terutama putusan hakim sering berpedoman pada pandangan pakar tersebut. tentu saja tidak semua pendapat sarjana hukum yang dapat masuk dalam kualifikasi doktrin, melainkan hanya pakar-pakar yang diakui tokoh oleh masyarakat.


Sejarah Hukum Pemberantasan Korupsi
Sekilas inilah kebijakan-kebijakan yang digulirkan pemerintahan Soekarno hingga pemerintahan Megawati Sukarno Putri:
Pemerintahan Soekarno (1945-1966)
1956-1957: Gerakan antikorupsi dipimpin Kolonel Zulkifli Lubis, wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Kampanye antikorupsi, memberantas orang-orang yang dianggap "tak tersentuh" dan kebal hukum, baik di kalangan politisi, pengusaha, dan pejabat. Zulkifli bekerja sama dengan Jaksa Agung Suprapto dan melibatkan pemuda-pemuda eks tentara pelajar. Konon, alasan Zulkifli waktu itu, aparat hukum tidak berjalan dan tidak berfungsi, sehingga ia harus bertindak dengan caranya sendiri dengan membentuk "pasukan khusus". Pada masa itu juga dikeluarkan Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957. Dalam aturan itu muncul istilah korupsi. Peraturan ini dibuat karena Kitab Undang Undang Hukum Pidana dianggap tidak mampu menanggulangi meluasnya praktek korupsi ketika itu.

Pemerintahan Soeharto (1967-1998)
1967: Sebagai penjabat Presiden waktu itu, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 228 tahun 1967 untuk membentuk Tim Pemberantasan Korupsi.

1970: Dibentuk Komisi Empat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1970. Komisi ini bertugas meneliti dan mengkaji kebijakan dan hasil yang dicapai dalam pemberantasan korupsi.

1971: Untuk pertama kalinya, Indonesia memiliki Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No 3 Tahun 1971.

1977: Pemerintah mencanangkan Operasi Tertib (Opstib) yang berlanjut dengan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 1977 tentang pembentukan Tim Operasi Tertib. Tim itu untuk meningkatkan daya dan hasil guna serta meningkatkan kewibawaan aparatur pemerintah dan mengikis habis praktek-praktek penyelewengan dalam segala bentuk

1980:
1. Pemerintah dan DPR menghasilkan Undang Undang Nomor 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Menurut undang undang itu, baik pemberi maupun penerima bisa didakwa melakukan kejahatan.
2.Pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Displin Pegawai Negeri yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 30 tahun 1980.



Pemerintahan B.J. Habibie (1998-1999)
1998:
1. Sidang umum MPR menghasilkan salah satu ketetapan yang secara tegas menuntut lahirnya pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) . Ketetapan itu tertuang dalam Tap MPR No XI/MPR/1998.
2. Pemerintah dan DPR menghasilkan Undang Undang Nomor 28 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
1999 : Pemerintah dan DPR menghasilkan UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai penyempurnaan UU No 3 tahun 1971.
Pemerintahan Abdurrahman "Gus Dur" Wahid (1999-2001)
1999:
1. Berdasarkan Keputusan Presiden No 127 tahun 1999, pemerintah membentuk Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara.
2. Terbitnya surat Keputusan Presiden tanggal 13 Oktober 1999 tentang pemeriksaan kekayaan penyelenggara negara berdasarkan standar pemeriksaan yang telah ditetapkan.

2000:
1. Keputusan Presiden Nomor 44 tahun 2000 tanggal 10 Maret 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional
2.Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berdiri yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2000. Tim Gabungan ini merupakan cikal bakal dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
3. Terbitnya surat keputusan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM tanggal 7 Juli 2000 untuk menetapkan pembentukan tim persiapan Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diamanatkan UU No 31 tahun 1999.

Pemerintahan Megawati Soekarnoputri (2001-2004):
1. Pemerintah dan DPR mengeluarkan Undang Undang No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terpaksa dibubarkan karena adanya putusan hak uji materiil Mahkamah Agung.

2002: Pemerintah dan DPR mengeluarkan Undang Undang No 30 tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Diisyaratkan, pembentukan komisi itu satu tahun setelah terbentuknya undang-undang.

2003:
1. Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden No 73 tahun 2003 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tanggal 21 September 2003. Hasil panitia seleksi, diperoleh 10 nama dan diserahkan ke Presiden pada tanggal 6 Desember 2003. Dari 10 nama itu, DPR memilih lima sebagai pimpinan Komisi.
2. DPR pada tanggal 19 Desember 2003 mengesahkan lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi hasil pilihan anggota Komisi Hukum DPR.
3. Indonesia yang diwakili Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra menandatangani Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi di New York, Kamis 18 Desember 2003.

Upaya Memperkuat Akuntabilitas
1. Peran Masyarakat. Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam negara demokrasi yang memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai hak dan tanggung jawab masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, kebebasan menggunakan hak tersebut haruslah disertai dengan tanggungjawab untuk mengemukakan fakta dan kejadian yang sebenarnya dengan menaati dan menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum serta hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian, dalam rangka mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, pejabat yang berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi diwajibkan untuk memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan tugas dan fungsinya masingmasing. Kewajiban tersebut diimbangi pula dengan kesempatan pejabat yang berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi menggunakan hak jawab berupa bantahan terhadap informasi yang tidak benar dari masyarakat. Di samping itu untuk memberi motivasi yang tinggi kepada masyarakat, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula pemberian penghargaan kepada masyarakat yang berjasa terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi berupa piagam dan atau premi.

2. Pengawasan Parlemen. Parlemen berada pada pusat akuntabilitas di bidang pembelanjaan publik. Perlu penguata kapasitas Parlemen untuk meninjau, menyetujui dan memantau pembelanjaan publik dengan menyediakan dukungan staff yang memadai serta memperbaiki fungsi dari para komite. Upaya ini memerlukan konsensus antara para pemimpin di Indonesia dalam rangka memberantas praktek korupsi. Hal ini memerukan kemauan politik dalam penegakan standar di tingkat anggota parlemen dan menegakkan hukum terjadap mereka yang terlibat korupsi.

3. Pengendalian Arus Informasi. Arus informasi merupakan kunci terhadap peningkatan akuntabilitas. Kebutuhan mendesak ialah memperkuat fungsi audit. Sistem audit bermutu tinggi dapat mengungkapkan korupsi dan memberikan informasi yang diperlukan kepada Pemerintah agar dapat bertindak kepada pejabat yang korup. Dalam jangka pendek ini akan berarti memberikan pendanaan memadai kepada BPK untuk menyewa auditor independen sementara ia membangun kapasitasnya sendiri.


Penutup
The power trend to corrupt –kekuasaan cenderung korupsi, dan kekuasaan telah menggunakan tangan hukum untuk melakukan itu. Periode perjalanan pemberantasan korupsi dalam penyelenggaraan negara menunjukan hal itu, pertama periode Pemerintahan Presiden Sukarno, Soeharto, BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid Megawati Soekarno Putri telah dibentuk berbagai Peraturan Perundangan yang memuat upaya pemberantasan Korupsi. kedua Optimalisasi peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Hal ini telah dipayungi melalui PP No. 71 Tahun 2000 tentang tata cara pelaksanaan peran masyarakat dalam pemberian penghargaan dalam pencegahan Tindak Pidana Korupsi. ketiga Pengawasan Parlemen melalui penguatan kapasitas parlemen dalam meninjau, memantau dan mengawasi pembelanjaan uang negara. Keempat Pengendalian arus informasi melalui penguatan sistem audit.

Daftar Pustaka
(1) Kwin Kian Gie dalam artikelnya di Kompas, 16 Desember 2003. Dokumen Dialog Publik
(2) Memerangi Korupsi di Indonesia, Memperkuat Akuntabilitas untuk Kemajuan. World Bank Office Jakarta.
(3) Website Bank Dunia,
www.worldbank.or.id
(4) Website Koalisi Anti Hutang (www.kau.or.id)
(5) Website INFID Indonesia (
www.infid.or.id)

Tidak ada komentar:

MENGENAL CRITICAL RAW MATERIAL (CRM) – 10: MINERAL PEMBAWA LTJ (RARE EARTH)

Denny Noviansyah Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth Element (REE) adalah 17 unsur dalam kelompok lantanida yang terdapat dalam tabel u...