Sebagai suatu bentuk kebijakan, pembangunan mempunyai arti yang positif bagi peningkatan dan kemajuan masyarakat, kerena pada hakekatnya pembangunan merupakan usaha terencana yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup, kualitas kehidupan dan martabat manusia. Dengan kata lain, tujuan pembangunan ditekankan pada peningkatan kualitas harkat dan martabat manusia di segala aspek, baik aspek fisik, ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Namun di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, hakekat atau pengertian pembangunan tersebut seringkali disederhanakan oleh berbagai pihak, termasuk para penentu kebijakan di lingkungan birokrasi pemerintahan. Secara sengaja atau tidak, pembangunan seringkali hanya diinterpretasikan sebagai pembangunan fisik dan ekonomi saja, seperti pembangunan: jalan, gedung-gedung, pasar-pasar, jembatan, industrialisasi dan lain-lain. Walapun terlihat sepele, penyerderhanaan tersebut mempunyai konsekuensi yang besar terhadap cara pandang pihak-pihak tersebut dalam mengimplementasikan kebijakan di lapangan dan konsistensinya dalam mengarahkan tujuan dan sasaran pembangunan yang pada hakekatnya untuk kepentingan peningkatan kehidupan masyarakat.
Paling tidak terdapat dua konsekuensi yang muncul sebagai akibat dari hasil proses penyederhanaan tersebut:
- Konsekuensi terhadap proses pembangunan. Penyederhanaan ini mengakibatkan proses pembangunan hanya dilihat dalam perspektif perubahan masyarakat yang bersifat partial, bukan holistic. Pembangunan fisik dengan demikian hanya dilihat dalam perspektif teknikal saja dan kurang mempertimbangkan perspektif humanitas dan sosio-kultural masyarakat
- Konsekuensi terhadap hasil pembangunan. Penyederhanan ini mengakibatkan keberhasilan pembangunan hanya dilihat atau dinilai dari banyaknya fasilitas fisik yang telah dibangun. Padahal dalam kenyataannya, hal tersebut tersebut kurang merefleksikan keadaan yang sesungguhya dimana keberhasilan pembangunan infrastruktur fisik pada dasarnya sangat terkait erat dengan pemanfaatan infrastruktur tersebut oleh masyarakat. Karena itu, bisa saja disuatu daerah telah banyak fasilitas yang dibangun, namun dampak positif dari pembangunan tersebut bagi peningkatan kehidupan masyarakat sangat kecil.
Keadaan ini tentunya harus segera diperbaiki dengan cara memperluas dan mengikutsertakan pendekatan socio-cultural dan socio-economy dalam pendekatan pembangunan yang telah ada.
Pendekatan socio-cultural dalam pembangunan sendiri dapat diartikan sebagai usaha untuk mempertimbangkan aspek aspek sosio-kultural dan menggali nilai-nilai kultural serta pengetahuan lokal yang positif di dalam masyarakat yang berguna dalam proses pembangunan, termasuk pada pembangunan prasarana fisik. Dengan cara ini pengabaian terhadap aspek sosio-kultural masyarakat dalam pembangunan dapat dihindarkan. Sebagai hasilnya akan tercipta keseimbangan dan sinergi antara pendekatan technical dan sosio-cultural. Bila hal ini dapat diwujudkan maka pembangunan infrastruktur fisik akan lebih dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan akan terjadi perubahan kondisi sosio cultural masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dengan fase-fase yang diharapkan dalam pembangunan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar