Custom Search

Minggu, 07 Desember 2008

Manusia Hewani (Thanks 2 Arief Rahadi-Semoga jadi Haji Mabrur)

Gaya hidup Koruptif
Amsal tentang Manusia Hewan
Hamdy Salad

Entah berapa kali, mungkin juga setiap hari, mata kita terbelalak melototi aksi-aksi keperibinatangan di negeri ini. Dari panggung politik sampai ekonomi, dalam relasi keagamaan maupun kebudayaan, aksi-aksi itu senantiasa bergerak tiada henti.

Lalu, menjelma peristiwa penuh misteri. Seolah kita selalu diajak untuk berimajinasi, merenungkan berbagai tokoh di atas panggung peristiwa itu sebagai amsal manusia hewan. Amsal kehidupan yang berjalan menuju ke arah sebaliknya dari proses kemanusiaan.

Kita pun percaya, ketika manusia telah dikuasai secara total oleh pikirannya sendiri, dan menghalalkan segala cara untuk meraih kesenangan duniawi, eksistensi manusia telah terjatuh ke dalam spesiesnya yang asli. Hewan! Menjalani kehidupan sebagaimana tingkah laku hewan. Bercinta dengan gaya hewan. Mencari kuasa dengan kekuatan dan nafsu hewan. Berpesta-pora mengenyangkan perut dan syahwat selayaknya hewan. Mereka saling bertemu dan berkelompok tanpa undang-undang dan peraturan. Saling membunuh dan memakan daging sesama, seperti laiknya makhluk liar di tengah hutan.

Seperti digambarkan dalam sebuah kitab suci, amsal manusia hewan selalu ada di antara dua tembok batu. Mereka hidup dalam kegelapan yang sempurna. Seolah-olah, kedua mata dan telinganya telah tertutup. Tertutup juga pintu hati dan jiwanya, sehingga tak ada guna ia berjalan di muka bumi, kecuali untuk menguji kebenaran dan keadilan sejati. Karena itu, dalam beragama maupun berbudaya, manusia selalu dituntut untuk merenungkan eksistensinya agar peranan dan statusnya di muka bumi ini tidak menyerupai tingkah laku hewan.

Potensi hewaniah
Dalam wilayah paling tersembunyi dari dunia fana ini, potensi hewaniah dalam diri manusia senantiasa bergerak dan bersekongkol dengan benda-benda fantasi. Juga nafsu dan berahi yang bersemayam di dada manusia. Sampai manusia melupakan kediriannya. Dan, ketika potensi hewaniah itu telah menyatu dalam darah, manusia dapat berubah menjelma makhluk anonim. Serupa hewan yang tak pernah berurusan dengan kesedihan atau kebahagiaan. Kejahatan atau kebaikan, keserakahan dan keadilan.

Itulah sebab, di mana pun ia bertinggal di belahan bumi ini, di hutan belantara atau dalam sebuah negeri, amsal manusia hewan tak pernah gagal menggunakan kebebasan dan kemerdekaannya untuk merampok dan mencuri. Untuk membunuh atau menyakiti. Mencakar atau menggigit para pemberani sampai napasnya tak terdengar lagi.
Kota-kota dapat disemprot dengan racun berbisa sampai kelojotan. Setumpuk rupiah dapat diberaki dan diubah menjadi berliter-liter darah. Uang dollar dapat diputar menjadi guilotine untuk memotong leher manusia di tengah pasar. Toko-toko dapat dihanguskan. Kantor-kantor dan bank dapat dipindahkan. Bom dan granat dapat diledakkan di tengah keramaian atau dalam kesunyian. Sedangkan hewan- hewan lain; manusia-manusia yang menyerupai dirinya dan masih tertinggal di sana, selalu saja dibela dan diselamatkan oleh hukum-hukum keperibinatangan.

Dan, pengadilan pun dapat berubah seketika. Kitab undang-undang menjadi rusak tak terbaca. Meja hijau membalik arah dan tujuan. Memutar haluan bagi amsal manusia hewan. Berfoya di atas luka berjuta jiwa. Lalu tertawa dengan topeng yang sama.

"Masih adakah manusia dalam dirimu?" seorang hakim bertanya pada terdakwa.
"Manusia adalah namaku. Sampai kiamat pun, namaku tetap manusia," jawab sang terdakwa.
"Aku hanya bertanya. Masih adakah manusia dalam dirimu? Jawab dengan singkat, ya atau tidak!"
"Ya!"
"Ini ruang untuk mengadili binatang. Silakan keluar! Dan tetaplah menjadi manusia."

Maka, terbebaslah mereka dari tuduhan. Lalu berjalan dan beraksi lagi dalam peristiwa (di) ini negeri. Menjadi penjahat, sekaligus pahlawan di tengah masyarakat. Seakan mereka tak bisa dikubur ke dalam bumi. Walau manusia telah menghabiskan peluru untuk membunuhnya; mereka masih juga tertawa dan menari. Mereka bangun rumah mewah dan ranjang tidur dari tulang belulang sesama. Mereka tulis sejarah dan dokumen-dokumen palsu sebagai undang- undang yang baru.

Bahkan setiap saat, setiap waktu, hewan-hewan yang berasal dari manusia itu dapat menghanguskan hutan-hutan. Memakan padi, tembakau, kopi, dan segala macam tumbuhan yang ditanam oleh para petani. Juga emas dan perak, air tebu dan minyak.

Hewan-hewan bertaring, binatang-binatang pemakan daging, tak pernah bosan untuk mengerat sesamanya. Di kota atau di desa, di atas tumpukan sampah dan gedung-gedung mewah, di tengah pertanian dan perkebunan; mereka selalu beraksi mencari makanan untuk mengenyangkan perutnya sendiri. Dan, ketika pesta selesai, mereka berlari dan sembunyi di balik topeng yang selalu tersenyum setiap hari. Di balik kebebasan dan kemerdekaan sebagaimana layaknya manusia biasa. Alhasil, para malaikat pun menjadi takut untuk memasuki rumahnya; untuk mengubah kembali tubuhnya menjadi makhluk berkaki dua; menjadi makhluk paling sempurna yang memiliki keselamatan dalam hati dan jiwanya.

Jika saja tak ada hukum kenegaraan yang melindungi, binatang-binatang buas itu dapat dimusnahkan. Hewan-hewan liar boleh diburu, dibunuh atau diracun. Boleh dibeset kulitnya dan dijadikan dompet bergaya Amerika. Boleh juga dicukil matanya, dipotong kakinya, atau dipanggang sebagai hidangan kaum jelata, tanpa harus bersinggungan dengan pengadilan dan penjara.

"Bayangkanlah jika hewan-hewan itu adalah dirimu sendiri."

Seseorang berbisik di telinga kita. Seperti juga yang ia bisikkan kepada orang lain di luar gedung pengadilan. Lalu pergi entah ke mana. Mungkin ke dalam istana. Ke dalam masjid, kelenteng, pura atau gereja. Mungkin juga jadi puisi atau slogan di tengah lalu lalang seribu amsal manusia hewan.

Hamdy Salad Pengarang, Dosen "Creative Writing" Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

Tidak ada komentar:

MENGENAL CRITICAL RAW MATERIAL (CRM) – 10: MINERAL PEMBAWA LTJ (RARE EARTH)

Denny Noviansyah Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth Element (REE) adalah 17 unsur dalam kelompok lantanida yang terdapat dalam tabel u...