Partisipan sering kali berada di `kehampaan` tatkala mengikuti training, dan anehnya lagi entah pasrah atau menikmati, tidak bertanya kepada trainer apa yang tidak dipahaminya. Salah Siapa? Bisa jadi trainer yang punya andil; bisa jadi partisipan; dan bisa jadi keduanya; atau mungkin dari pihak lain yang terlibat terutama dalam melakukan negosiasi untuk melaksanakan training, yaitu umumnya para sales dari training provider, dan juga pihak HRD dari partisipan.
Partisipan punya andil dalam masalah ini. Bisa jadi karena tidak termotivasi untuk mengikuti training. Bisa jadi karena tidak bisa berkonsentrasi lantaran banyak interupsi, terutama urusan kantor. Ini sering terjadi, terlebih pada training on-site/in-house; atau karena kondisi suasana lingkungan tempat training kurang kondusif.
Selain itu partisipan tidak mengerti karena pada saat mengikuti training tidak melakukan analisa secara 5 W + H, yaitu What, When, Why, Who, Where, How (mohon maaf kalau urutan mungkin tidak tepat). Bila diperas (meminjam istilah Orde lama), seseorang…siapa pun yang ingin belajar, harus menanyakan Why, What, How. Masih ingin diperas lagi? Tanya Kenapa? Yah, pertanyaan yang harus dilontarkan adalah Why (Kenapa). Sayangnya sejauh pengalaman penulis, banyak partisipan yang lebih senang berdialog dalam kebisuan, menikmati kehampaan.
Sebagai contoh, teman penulis yang merupakan trainer networking (trainer CISCO) menjelaskan (dan semoga penulis menyampaikan ulang dengan baik dan benar) mengenai kenapa ada topologi Star beserta teknologi network device pendukung semisal Hub, Switch, dan Router. Ini semua karena dilatarbelakangi oleh beberapa issue yang dihadapi oleh beberapa topologi seperti Ring dan Bus, yaitu bila salah satu point/node terganggu maka keseluruhan network akan terganggu/putus.
Sebuah contoh lagi, kenapa ada konsep dan teknologi Directory Services semisal Active Directory Services di Microsoft Windows platform? Dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pada konsep dan teknologi Workgroup. Karena bila kita menginginkan semua PC dalam workgroup dapat saling sharing resource mereka, maka perlu melakukan setting dan konfigurasi yang identik pada semua PC, terutama yang terkait pada proses autentikasi, dengan cara meregister semua user account dan password secara identik di semua PC dalam workgroup.
Contoh yang lain, kenapa ada Relational Database? Diciptakan untuk mengatasi kelemahan cara mengakses dan mengkombinasikan beberapa kelompok data (table) yang terjadi di model Hierarchical Database (berbentuk Tree). Relational Database mengkombinasikan beberapa table (yaitu dengan klausa Join dan Union ) dengan memanfaatkan konsep matematika relasional, terutama dengan teknik Cartesian Product.
Masih banyak contoh lain yang sejenis, yang akan kita dapatkan di berbagai website atau buku-buku bacaan IT, yang intinya menerangkan Why (Kenapa) muncul konsep dan teknologi tersebut, yaitu untuk menjawab tantangan dan mungkin juga kelemahan yg dihadapi oleh teknologi sebelumnya.
Partisipan yang ingin mengikuti training sebaiknya memperkecil gap ketidaktahuan, misalnya dengan mencari artikel ringan terkait pendefinisian (What) topik yang akan dibahas pada training, atau sistematika topik tersebut. Bisa kita cari pada website semisal http://en.wikipedia .org , http://whatis. techtarget. com , http://techrepublic .com.com , atau http://www.ilmukomp uter.com, dan sebagainya. Buku yang termasuk dalam kategori “For Dummies” juga sangat membantu untuk mengurangi gap tersebut. Bahkan penulis menganggap orang yang mengarang buku “For Dummies” ini jenius, karena bisa mencerahkan orang yang tadinya belum tahu sama sekali. Bisa dijajal, misalnya bisa mencoba ke http://www.flazx. com/index. php , lalu search “For Dummies”.
Dari Trainer, andil terbesar yang membuat partisipan tidak paham adalah tidak menjelaskan secara Top-Down, dari hal yang mendasar, umum…lalu dirinci secara bertahap sampai ke tahap terdetail yang mudah diserap oleh partisipan. Selain itu juga banyak kejadian trainer menerangkan dengan jargon yang tidak dimengerti partisipan. Semestinya trainer menerangkan dengan menggunakan analogi (qiyas) dengan hal-hal yang akrab di benak partisipan.
Sebagai contoh, ada beberapa kejadian training dan perkuliahan database yang mengajarkan materi index secara mendetail, bahkan terlalu detail, padahal kebanyakan dari mereka awam terhadap hal tersebut. Dan hal ini dikeluhkan oleh partisipan atau mahasiswa karena menyebabkan mereka tidak mengerti terhadap apa yang diajarkan. Bahkan yang lebih menarik, ada beberapa orang dari mereka yang tidak mempunyai bayangan tentang apa itu index. Mungkin ada baiknya pengajar memberikan asosiasi dan analogi, dengan cara membandingkan index database dengan yellowpages, atau katalog di perpustakaan. Dengan analogi tersebut dijelaskan secara bertahap proses kegunaan index, tipe index, cara membuat dan merubah isi index. Sejauh ini tips ini penulis lakukan dan mendapatkan hasil yang cukup menggembirakan.
Atau contoh lain, bagaimana menjelaskan konsep IP Address terhadap orang yang awam terhadap konsep network, bahkan mungkin awam terhadap produk dan teknologi IT. Bila kita langsung menjelaskan secara mendetail IP Address, Subnet Mask, dan seterusnya… bisa jadi mungkin yang mendengarkan tetap membisu dalam ketidaktahuan. Mungkin perlu diberi analogi biar mereka mempunyai bayangan terhadap apa yang akan dibicarakan. Misalnya dengan memberikan analogi bahwa IP Address semisal alamat rumah, terutama nama jalan dan nomor rumah; sedangkan Subnet Mask semisal kode pos atau no blok, dan sebagainya. Setelah mereka punya gambaran, baru kita berikan penjelasan teknis setahap demi setahap.
Trainer juga sebaiknya menerangkan contoh skenario implementasi dari materi training, dan jika perlu menambahkan tips and trick untuk mengurangi kelemahan materi training tersebut. Juga ada bagusnya trainer memberikan semacam pra dan pasca test untuk mengetahui level pengetahuan dari partisipan. Selain itu juga penting di awal training untuk menanyakan profile dari partisipan beserta harapan dan issue-issue yang sering dihadapi yang mempunyai relevansi dengan materi training tersebut.
Kemudian bisa jadi Trainer dan partisipan punya andil dalam kasus ini…yaitu Kenapa Tak Tanya? Mestinya saling bertanya, saling memberikan feedback, saling merespon, berkomunikasi untuk mengetahui sejauh mana kegiatan training tersebut efektif. Kuesioner yang diisi secara jujur dirasakan cukup membantu dalam menganalisa hasil training, bahkan jika diperlukan dapat dilakukan setiap hari. Selain itu juga penting memberikan sekilas review di awal training dimulai atau di penghujung hari sebelum training ditutup.
Selanjutnya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kasus ini, sebaiknya pihak lain yang terlibat dalam proses negosiasi pelaksanaan training, terutama sales dan pihak HRD, seharusnya membahas secara detail beberapa aspek, terutama mencakup: silabus, metode pengajaran, profil partisipan yang sesuai, dan sebagainya. Mungkin sebelum menyebarkan info seputar training, ada baiknya melakukan update knowledge terkait training tersebut, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dan sejenisnya. Bisa juga dari pihak training provider mempresentasikan dulu apa yang ditawarkan sehingga dari pihak partisipan mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai materi training tersebut.
Bagaimana? Silahkan menanggapi apa yang penulis telah utarakan di atas. Silahkan, demi menambah wawasan kita semua.
Salam,
Nugon (Nugroho Laison)