Fenomena permukiman masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia
Pembangunan selama ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera. Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut pemrintah Indonesia telah menggunakan pendekatan pertumbuhan ekonomi tinggi. Menurut Sayuti Hasibuan terdapat petunjuk bahwa karakter dasar strategi pertumbuhan ekonomi tinggi dalam pelaksanaan pembangunan selama Pelita I sampai dengan Pelita V tetap dominant walaupun telah dilaksanakan modifikasi terhadap strategi dalam rangka pemerataan.dengan pertumbuhan rata-rata 8 persen pada Pelita VI (1996) kemudian menurun dengan adanya krisis keuangan dan moneter.
Todaro dan Stilkind (1985) menjelaskan bahwa kota-kota di Indonesia mengalami urbanisasi berlebih (over urbanization) keadaan dimana kota-kota tidak mampu menyediakan fasilitas pelayanan pokok dan kesempatan kerja yang memadai kepada sebagian besar penduduk luar kota banyak yang bermigrasi mencari nafkah ke kota, sedangkan pemerintah kota sudah tidak mampu menambah fasilitas kota.
Pembangunan selama ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera. Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut pemrintah Indonesia telah menggunakan pendekatan pertumbuhan ekonomi tinggi. Menurut Sayuti Hasibuan terdapat petunjuk bahwa karakter dasar strategi pertumbuhan ekonomi tinggi dalam pelaksanaan pembangunan selama Pelita I sampai dengan Pelita V tetap dominant walaupun telah dilaksanakan modifikasi terhadap strategi dalam rangka pemerataan.dengan pertumbuhan rata-rata 8 persen pada Pelita VI (1996) kemudian menurun dengan adanya krisis keuangan dan moneter.
Todaro dan Stilkind (1985) menjelaskan bahwa kota-kota di Indonesia mengalami urbanisasi berlebih (over urbanization) keadaan dimana kota-kota tidak mampu menyediakan fasilitas pelayanan pokok dan kesempatan kerja yang memadai kepada sebagian besar penduduk luar kota banyak yang bermigrasi mencari nafkah ke kota, sedangkan pemerintah kota sudah tidak mampu menambah fasilitas kota.
Permukiman masyarakat berpenghasilan rendah yang sering disebut dengan kampong kota yang keberadaannya penampung kelompok urban adalah berkaitan erat dengan perubahan struktur ekonomi, urbanisasi dan perkembangan kota yang berjalan seiring dengan proses industrialisasi. Perbedaan yang terjadi di Negara maju dan berkembang terutama menyangkut sector penampungan para pekerja di willayah perkotaan. Di Negara maju para pekerja mayoritas terserap di sector industri yaitu industrialisasi mendahului urbanisasi, sedangkan di Negara berkembang pekerja perkotaan mencari nafkah di sector Informal.
Mc Gee (1997) menjelaskan bahwa munculnya masalah social dan kantong-kantong permukiman masyarakat berpenghasilan rendah di kota akibat urbanisasi semu (pseudo urbanization) dimana proses urbanisasi di Negara berkembang tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi (industrialisasi) keadaan sekarang ini yang disebut sebagai involusi kota (urban involution) dimana penduduk perkotaan didorong masuk ke sector tersier walaupun sector ini bersifat padat karya dan belum tentu memberikan kehidupan yang layak bagi pekerjanya. Kebanyakan pekerja dari perkotaan tinggal dan menghuni daerah permukiman kumuh yang keadaan fisiknya perumahannya terlalu padat dengan fasilitas yang tidak memadai.
Bentuk, jenis dan upaya penanganan kawasan Berpenghasilan rendah tepi sungai
Pola Penyediaan perumahan menurut Turner (1976) secara garis besar perumahan dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
Mc Gee (1997) menjelaskan bahwa munculnya masalah social dan kantong-kantong permukiman masyarakat berpenghasilan rendah di kota akibat urbanisasi semu (pseudo urbanization) dimana proses urbanisasi di Negara berkembang tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi (industrialisasi) keadaan sekarang ini yang disebut sebagai involusi kota (urban involution) dimana penduduk perkotaan didorong masuk ke sector tersier walaupun sector ini bersifat padat karya dan belum tentu memberikan kehidupan yang layak bagi pekerjanya. Kebanyakan pekerja dari perkotaan tinggal dan menghuni daerah permukiman kumuh yang keadaan fisiknya perumahannya terlalu padat dengan fasilitas yang tidak memadai.
Bentuk, jenis dan upaya penanganan kawasan Berpenghasilan rendah tepi sungai
Pola Penyediaan perumahan menurut Turner (1976) secara garis besar perumahan dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
- Housing for people. dimana penyediaan perumahan untuk masyarakat dilakukan oleh badan pemerintah atau lembaga yang ditunjuk dan diawasi oleh pemerintah. Pada kasus di kawasan tepi sungai khususnya Indonesia pola penyediaan permukiman ini tidak pernah dilakukan.
- Housing by people. dimana penyediaan perumahan untuk masyarakat dilakukan sendiri oleh masyarakat tersebut secara individual maupun kelompok . Pada kasus di kawasan tepi sungai khususnya Indonesia pola penyediaan permukiman ini dilakukan bahkan tanpa pengawasan pemerintah dan penentu kebijakan lainnya.
Menurut Suprijanto (1995) secara garis besar karakteristik umum permukiman tepi sungai antara lain :
- Karena belum adanya panduan penataan permukiman yang baku, kawasan permukiman di atas air cenderung rapat dan kumuh.
- Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi tradisional konvensional seperti rumah-rumah kayu dengan struktur sederhana.
- Karakteristik penduduk tergolong ekonomi lemah terbelakang, dengan pendidikan yang relative terbatas sehingga pengetahuan akan perumahan sehat cenderung masih kurang.
- Dampak dari kondisi diatas terjadi kecenderungan akan berbagai kebiasaan tidak sadar lingkungan seperti : sifat mengotori dan mencemari sumber-sumber air, mencemari lingkungan yang berpengaruh terhadap air permukaan, dan memungkinkan penyebaran penyakit melalui pembuangan air limbah, Terbatasnya teknologi terapan untuk penanganan masalah-masalah di atas seperti system pembuanagan air limbah, sampah pengelolaan air bersih .
Tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam meninjau pemanfaatan sungai terhadap perkembangan kota Suprijanto (1995) yaitu :
- Sifat fisik sungai menentukan adanya kesempatan untuk pengembangan kegiatan fungsional tertentu yang mempengaruhi jenis kegiatan kota
- Beberapa kegiatan kota muncul sebagai akibat potensi sungai yang dapat dimanfaatkan dan pihak lain beberapa fungsi kota dapat menimbulkan jenis pemanfaatan sungai.
- c) Perkembangan kota yang pada dasarnya merupakan implikasi dari berlangsungnya fungsi kota dan fungsi sungai mempunyai beberapa permasalahan. Permasalahan yang timbul akibat perkembangan kota dapat pula menimbulkan jenis pemanfaatan sungai.
Konsepsi perbaikan lingkungan permukiman tepi air dengan mengembangkan kearifan masyarakat dan nilai-nilai tradisional (2000) konsep dasar penanganan kawasan bertitik tolak dari pendekatan, strategi dan persyaratan pengembangan kawasan. Antara lain ;
- Pendekatan Konprehensif merupakan pendekatan perencanaan yang didasarkan pada rencana makro suatu tepi air pada umumnya dan tepi sungai pada khususnya sehingga rencana pengembangan permukimannya harus merupakan turunan dari rencana makro kota induknya.
- Pendekatan Front Edge merupakan pendekatan perencanaan yang memanfaatkan keberadaan air sebagai bagian depan dari bangunan orientasi kegiatan penduduk, pintu gerbang kota.
- Pendekatan partisipatorik merupakan pendekatan perencanaan yang melibatkan semua pelaku pembangunan (pemepintah, swasta dan masyarakat setempat) dalam proses perencanaan kawasan permukiman di tepi sungai .
- Pendekatan Tekno ekonomis merupakan pendekatan perencanaan yang didasarkan pada pertimbangan inovasi teknologi tetapi masih dalam kelayakan ekonomi.
- Pendekatan Kultural dan kearifan masyarakat merupakan pendekatan perencanaan yang mempertimbangkan social budaya komunitas masyarakat di kawasan tersebut serta dengan mengembangkan potensi kearifan masyarakat setempat dalam mengelola lingkungan alam dan buatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar