Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik serta pertahanan dan keamanan. Untuk menstimulan pola pembangunan daerah, diperlukan jaringan transportasi dan infrastruktur yang memenuhi syarat. Selama ini terlihat bawa perencanaan tata guna lahan kurang dipertautkan dengan rencana jaringan jalan, penyediaan air bersih, drainase dan lainnya. Tanpa dukungan jaringan transportasi dan infrastruktur, maka kondisi lingkungan tanpa sebuah pengelolaan yang komprehensif akan semakin menurun.
Menurut Hine (1982) terdapat empat (4) hal yang menyebabkan adanya demand terhadap jaringan inftastruktur jalan dan transportasi, yaitu (1) Simbol aktifitas politik pemerintah; (2) Mendukung pergerakan penumpang; (3) Mengangkut hasil – hasil pertanian; dan (4) Pergerakan produksi pertanian.
Adapun fungsi dan pelayanan dari prasarana transportasi merupakan stimulan bagi alat angkut. Hal ini telah dikomunikasikan oleh Hine, yaitu :
a) Pengiriman input dan output barang pertanian.
b) Pelayanan pembelian hasil pertanian.
c) Pengiriman barang – barang konsumer seperti minuman ringan, serta produk lainnya untuk toko – toko lokal.
d) Pelayanan perluasan pertanian dan pembangunan masyarakat.
e) Pengantaran pelayanan dan suplai – suplai untuk fasilitas kesehatan dan pendidikan di perdesaan, mencakup pergerakan menuju klinik kesehatan dan evakuasi emergensi orang sakit.
Jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar dan konsumen akhir. Hal ini dikuatkan oleh Ahmed (1992) dalam Edmons (1998) pada Studi Pengembangan Jaringan Jalan Melalui Pemberdayaan Potensi Masyarakat (2000) bahwa (1) Ada korelasi positif antara investasi dalam infrastruktur jalan dan pembangunan ekonomi; (2) Pengadaan infrastruktur adalah suatu syarat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial.
Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Hal ini terkait dengan fungsi jaringan jalan sebagai fasilitator dari operasionalisasi pelayanan transportasi, sehingga dapat meningkatkan mobilitas masyarakat dan untuk meningkatkan akses masyarakat ke berbagai lokasi fasilitas dan pelayanan sosial. Menurut Suyono Dikun (1996) :
Terdapat korelasi yang sangat dekat antara aksesibilitas wilayah yang diciptakan oleh jaringan transportasi dengan pertumbuhan perekonomiannya.
Dari aspek lingkungan, keberadaan harus dapat mendukung pembangunan berkelanjutan serta menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga fungsi pembangunan jalan bukan sekedar meminimalisir eksternalitas negatif, melainkan juga mengoptimalkan rencana pembangunan jalan, eksternalitas positif serta menguatkan internalisasi antara kondisi sosial budaya, ekonomi serta keberlanjutan lingkungan.
Semua pusat kegiatan beserta wilayah pengaruhnya membentuk satuan wilayah pengembangan. Pusat-pusat pengembangan dihubungkan dengan jaringan jalan yang peranannya ditentukan sesuai dengan hierarkinya sebagai sistem transportasi yang pengembangannya tak dapat dipisahkan dari upaya pengembangan moda-moda transportasinya (darat, laut dan udara). Menurut Poernomosidhi (1981) aktivitas dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor, yakni capital, Natural Resources, Community, dan Environment. Aktivitas ini adalah upaya dari merealisasikan tujuan pembangunan nasional.
Di sisi lain, tingkat perkembangan suatu daerah akan dipengaruhi oleh SWP yang bersangkutan, sehingga perlu diusahakan pencapaian tingkat perkembangan antar daerah yang seimbang. Artinya dalam pembangunan diusahakan prioritas atau kesempatan diberikan kepada satuan wilayah yang kecil dan lemah untuk mengelompokkan diri agar menjadi lebih besar dan kuat. Untuk meningkatkan pelayanan pemasaran produk daerah (Hine), peranan prasarana jalan akan secara dominan mempengaruhi sistem distribusi, sehingga kebutuhan aksesibilitas serta pembangunan jalan menjadi prioritas.
Permasalahannya, tujuan untuk mencapai kesimbangan antar wilayah sulit didapatkan, setelah pengembangan dan pembangunan prasarana wilayah dilakukan. Sebagai contoh, Pengembangan Wilayah di Pulau Jawa, dimana wilayah kondisi geografis dan kontur alam serta lanskap daerah utara relatif lebih datar serta pengembangan potensi ekonomi telah tumbuh dan berkembang, apalagi kondisi ini ditunjang prasarana transportasi. Sehingga kawasan utara Jawa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Situasi ini sangat berbeda dengan wilayah selatannya yang topografinya berbukit-bukit cenderung menjadi wilayah terisolir meskipun memiliki berbagai potensi sumber daya alam (terbarukan dan tidak terbarukan) yang cukup baik.
Kondisi kesenjangan tersebut memberi sebuah pemikiran bagi pemerintah untuk memberikan prioritas program penanganan dan pembangunan jalan. Diharapkan program dapat membuka memberikan akses ke daerah terisolir sekaligus sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi disekitar wilayah pembangunan jalan.
Menurut Hine (1982) terdapat empat (4) hal yang menyebabkan adanya demand terhadap jaringan inftastruktur jalan dan transportasi, yaitu (1) Simbol aktifitas politik pemerintah; (2) Mendukung pergerakan penumpang; (3) Mengangkut hasil – hasil pertanian; dan (4) Pergerakan produksi pertanian.
Adapun fungsi dan pelayanan dari prasarana transportasi merupakan stimulan bagi alat angkut. Hal ini telah dikomunikasikan oleh Hine, yaitu :
a) Pengiriman input dan output barang pertanian.
b) Pelayanan pembelian hasil pertanian.
c) Pengiriman barang – barang konsumer seperti minuman ringan, serta produk lainnya untuk toko – toko lokal.
d) Pelayanan perluasan pertanian dan pembangunan masyarakat.
e) Pengantaran pelayanan dan suplai – suplai untuk fasilitas kesehatan dan pendidikan di perdesaan, mencakup pergerakan menuju klinik kesehatan dan evakuasi emergensi orang sakit.
Jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar dan konsumen akhir. Hal ini dikuatkan oleh Ahmed (1992) dalam Edmons (1998) pada Studi Pengembangan Jaringan Jalan Melalui Pemberdayaan Potensi Masyarakat (2000) bahwa (1) Ada korelasi positif antara investasi dalam infrastruktur jalan dan pembangunan ekonomi; (2) Pengadaan infrastruktur adalah suatu syarat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial.
Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Hal ini terkait dengan fungsi jaringan jalan sebagai fasilitator dari operasionalisasi pelayanan transportasi, sehingga dapat meningkatkan mobilitas masyarakat dan untuk meningkatkan akses masyarakat ke berbagai lokasi fasilitas dan pelayanan sosial. Menurut Suyono Dikun (1996) :
Terdapat korelasi yang sangat dekat antara aksesibilitas wilayah yang diciptakan oleh jaringan transportasi dengan pertumbuhan perekonomiannya.
Dari aspek lingkungan, keberadaan harus dapat mendukung pembangunan berkelanjutan serta menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga fungsi pembangunan jalan bukan sekedar meminimalisir eksternalitas negatif, melainkan juga mengoptimalkan rencana pembangunan jalan, eksternalitas positif serta menguatkan internalisasi antara kondisi sosial budaya, ekonomi serta keberlanjutan lingkungan.
Semua pusat kegiatan beserta wilayah pengaruhnya membentuk satuan wilayah pengembangan. Pusat-pusat pengembangan dihubungkan dengan jaringan jalan yang peranannya ditentukan sesuai dengan hierarkinya sebagai sistem transportasi yang pengembangannya tak dapat dipisahkan dari upaya pengembangan moda-moda transportasinya (darat, laut dan udara). Menurut Poernomosidhi (1981) aktivitas dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor, yakni capital, Natural Resources, Community, dan Environment. Aktivitas ini adalah upaya dari merealisasikan tujuan pembangunan nasional.
Di sisi lain, tingkat perkembangan suatu daerah akan dipengaruhi oleh SWP yang bersangkutan, sehingga perlu diusahakan pencapaian tingkat perkembangan antar daerah yang seimbang. Artinya dalam pembangunan diusahakan prioritas atau kesempatan diberikan kepada satuan wilayah yang kecil dan lemah untuk mengelompokkan diri agar menjadi lebih besar dan kuat. Untuk meningkatkan pelayanan pemasaran produk daerah (Hine), peranan prasarana jalan akan secara dominan mempengaruhi sistem distribusi, sehingga kebutuhan aksesibilitas serta pembangunan jalan menjadi prioritas.
Permasalahannya, tujuan untuk mencapai kesimbangan antar wilayah sulit didapatkan, setelah pengembangan dan pembangunan prasarana wilayah dilakukan. Sebagai contoh, Pengembangan Wilayah di Pulau Jawa, dimana wilayah kondisi geografis dan kontur alam serta lanskap daerah utara relatif lebih datar serta pengembangan potensi ekonomi telah tumbuh dan berkembang, apalagi kondisi ini ditunjang prasarana transportasi. Sehingga kawasan utara Jawa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Situasi ini sangat berbeda dengan wilayah selatannya yang topografinya berbukit-bukit cenderung menjadi wilayah terisolir meskipun memiliki berbagai potensi sumber daya alam (terbarukan dan tidak terbarukan) yang cukup baik.
Kondisi kesenjangan tersebut memberi sebuah pemikiran bagi pemerintah untuk memberikan prioritas program penanganan dan pembangunan jalan. Diharapkan program dapat membuka memberikan akses ke daerah terisolir sekaligus sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi disekitar wilayah pembangunan jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar