Pendahuluan
Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah proses pengembangan masyarakat telah lama dikenal dan dikembangkan di negara-negara berkembang. Proses pengembangan masyarakat sendiri lebih disukai oleh masyarakat bawah, karena dibangun di atas realitas masyarakat. Asumsi ini dibangun karena beberapa faktor, seperti; (1) pemberdayaan masyarakat sebagai proses untuk membina masyarakat untuk mewujudkan daya kerjanya sebagai upaya memperbaiki martabat dan kedudukan sendiri. (2) peningkatan kapasitas masyarakat untuk perubahan dan perkembangan yang terjadi mengindikasikan perlunya proses pendidikan berdasarkan pandangan yang luas. (3) meningkatkan ikatan dan jalinan masyarakat sebagai sebuah sistem dengan tetap memperhatikan aspek kemanusiaan.[1]
Sebagai sebuah sistem, maka pemberdayaan masyarakat mempunyai unsur orgaware, infoware, technoware dan humanware.[2]
Pemberdayaan
Pemberdayaan diambil dari bahasa Inggris yaitu Empowerment yang berarti daya. Daya dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam, tetapi dapat diperkuat unsur-unsur penguatan dari luar. Ia merupakan konsep untuk memotong lingkaran setan yang menghubungkan power dengan pembagian kesejahteraan.[3]
Proses politik-ekonomi di Indonesia telah mengakibatkan power disefrenchchisement atau dispowerment dalam masyarakat Indonesia. Akibatnya lapisan masyarakat tidak memiliki akses yang memadai terhadap aset produktif yang umumnya dikuasai oleh mereka yang “memiliki power”. Pada gilirannya keterbelakangan ekonomi mengakibatkan masyarakat makin jauh dari kekuasaan. Sehingga lingkaran setan terus berlanjut.
Menurut Ginandjar (1996) Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yaitu “people centered, participatory, empowering and sustainable”. Konsep ini bukan hanya memenuhi kebutuhan dasar atau pencegahan pemiskinan secara struktural. Freidmann (1992) menyebutkan konsep ini sebagai alternative development karena konsep ini mencoba memadukan antara pertumbuhan dengan pemerataan. [4]
Sebagai sebuah konsep pembangunan – pemberdayaan masyarakat harus diaplikasikan dalam bentuk strategi pembangunan. Strategi pembangunan ini sendiri harus ditujukan pada masalah struktural dalam perekonomian dan juga dalam tatanan sosial yang memisahkan lapisan masyarakat maju dan modern serta masyarakat tradisional yang tertinggal. Strategi pertama adalah memberi peluang agar sektor dan masyarakat modern dapat tetap maju, karena kemajuannya dibutuhkan oleh bangsa secara keseluruhan. Strategi kedua adalah memberdayakan sektor ekonomi dan lapisan masyarakat yang masih tertinggal dan hidup di luar kehidupan modern. Kedua strategi tersebut ditata agar menghasilkan suatu struktur ekonomi dan masyarakat yang sinergis menuju ke arah pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, merata dan tumbuh di atas landasan yang kukuh.[5] Paradigma pembangunan yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat memakai pola bottom up.
Analisis Sistem
Analisis Sistem
Sebagai sebuah sistem, maka pemberdayaan masyarakat akan dibedah melalui cara pandang ilmu pengetahuan, teknologi masyarakat dan pembangunan. Konteks pemberdayaan yang dimaksud, berasal dari bias dan mitos yang diperkenalkan oleh Ginandjar Kartasasmita.[6]
Orgaware
Orgaware
Orgaware atau unsur organisasi dalam sebuah pemberdayaan masyarakat difahami sebagai menguatnya peran kelembagaan lokal, sebagai contoh kelembagaan Subak di Bali, Nagari di Minangkabau. Peran kelembagaan lokal ini akan bermanfaat dalam alokasi dan distribusi sumberdaya, manfaat dan resiko pengembangan. Karena kelembagaan lokal dibangun di atas sistem nilai masyarakat yang berbasiskan budaya setempat.
Infoware
Infoware
Pengalaman sejarah menunjukkan pendekatan pembangunan yang berasal dari atas (top down) hanya menghasilkan konsep yang bagus di atas kertas. Pada gilirannya konsep ini sulit untuk dibumikan ke realitas masyarakat. Ketika konsep ini berlaku secara top down, maka akan berimplikasi kepada : (1) Masyarakat hanyalah menjadi objek pembangunan, sehingga terjadi pembodohan masyarakat secara struktural; (2) ketidakseimbangan akses pembangunan akan terjadi; (3) efisiensi waktu dan alokasi sumberdaya dana dalam pembangunan akan terjadi namun hasil pembangunan tersebut menjadi tidak efektif, karena rakyat tidak pernah mengetahui proses dan hasil keluaran dari pembangunan yang dilakukan.
Technoware
Technoware
Pengembangan teknologi yang berasal dari budaya setempat secara alokasi dana akan lebih efektif dan efisien. Di sisi lain, masyarakat akan tetap mengenal kebudayaannya sendiri, sehingga transfer teknologi setempat yang diiringi mentalitas dan budaya setempat tidak akan hilang ditelan zaman.
Humanware
Humanware
Pembangunan sumberdaya manusia (SDM) yang unggul akan terus dilakukan, sehingga distribusi SDM akan tetap terjadi. Konsekuensinya pertumbuhan agen pembangunan yang dulu hanya bersifat top down akan menjadi bottom up.
Kewirausahaan
Kewirausahaan
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.[7] Seorang wirausahawan akan selalu berhadapan dengan peluang, tantangan dan ancaman yang harus dikalkulasikan resikonya. Keseluruhan sumberdaya yang ada, baik SDM, modal maupun sumberdaya alam serta kemampuan penguasaan teknologi dan potensi dasar yang ada hanya akan dapat dimanfaatkan dan memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan.
Penumbuhan kewirausahaan membutuhkan tiga syarat cukup, yaitu adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan. Untuk kemauan dan kemampuan dapat dididik dan dilatih melalui media lingkungan, pelatihan dan pendidikan. Sedangkan kesempatan dimunculkan oleh adanya iklim usaha yang mendukung. Iklim usaha yang ditimbulkan oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan dan juga oleh dunia usaha melalui pengembangan kemitraan usaha yang saling menguntungkan dengan praktek yang wajar.[8]
Kewirausahawan Zaman Orde Baru
Kewirausahawan Zaman Orde Baru
Untuk kasus di Indonesia pada zaman orde baru, sangat disayangkan kewirausahaan timbul karena perkoncoan bukan karena kewirausahaan sejati. Wirausahawan jenis ini disebut Pambudy (2001) dengan entrepreneur rent seeker. Wirausahawan model ini timbul karena fasilitas pembelian kontrak, izin usaha, monopoli, dan perkreditan yang diberikan melalui beberapa kebijakan khusus pemerintah yang bepihak pada mereka.
Wirausahawan jenis ini lahir melalui berbagai kemudahan yang “dibuat/diciptakan” oleh pemerintah di masa lalu. Privilase kebijakan yang dikeluarkan Setneg (1980-1988/Keppres 10 dan 14A) melalui alokasi kontrak pemerintah untuk pengadaan dan konstruksi telah menghasilkan kewirausahawan karbitan baru sebagai model pengembangan kewirausahawan jenis lama.[9]
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan Pemerintah
Faktanya di masyarakat muncul berbagai jenis dan model kewirausahawan dan wirausahwan. Untuk wirausahawan bermodal kecil, sebagian besar timbul bukan karena fasilitas pemerintah, melainkan wirausahawan sejati. Fenomena suku Madura di Kalimantan, suku Bugis di Irian Jaya, suku Minangkabau di seluruh daerah Nusantara.
Usaha kecil di samping dari segi jumlahnya yang banyak, tingkat pendidikannya pun relatif rendah. Sebagian besar (90,6%) para pengusaha kecil berpendidikan SD, 9,3% sampai tamat SMA dan hanya 0,1% berpendidikan Perguruan Tinggi., Rendahnya kualitas pendidikan para pengusaha kecil ini berakibat pada adanya beberapa permasalahan yang dihadapi usaha kecil dalam menjalankan usahanya.[10]
Untuk menjembatani permasalahan tersebut, pemerintah melakukan upaya pemberdayaan melalui beberapa jalan, seperti aspek pendanaan, aspek persaingan, aspek informasi, aspek prasarana, aspek kemitraan dan aspek perlindungan.[11] Untuk aspek pendanaan pemerintah telah menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk : (a) memperluas sumber pendanaan; (b) meningkatkan akses terhadap sumber pendanaan; (c) memberikan kemudahan dalam pendanaan. Untuk aspek ini pemerintah menyediakan berbagai skim kredit perbankan untuk koperasi dan usaha kecil antara lain Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Kepada KUD (KKUD), dan lain-lain.
Dalam aspek persaingan, pemerintah menetapkan undang-undang yang mengatur (a) peningkatan kerja sama antara sesama Usaha Kecil dalam bentuk asosiasi dan himpunan kelompok usaha; (b) mencegah pembentukan struktur pasar yang dapat melahirkan persaingan tidak wajar; (c) mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh kelompok tertentu yang merugikan usaha kecil. Dalam aspek prasarna, pemerintah menetapkan undang-undang yang mengatur (a) mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembagkan pertumbuhan usaha kecil; (b) memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi usaha kecil. Dalam aspek informasi, pemerintah menetapkan undang-undang yang mengatur (a) pembentukan dan pemanfaatan bank data dan jaringan informasi bisnis; (b) mengadakan dan menyebarkan informasi mengenai pasar, teknologi, desain dan mutu.
Dalam aspek kemitraan, pemerintah menetapkan undang-undang yang mengatur (a) mewujudkan kemitraan; (b) mencegah hal-hal yang merugikan usaha kecil. Dalam aspek perlindungan, pemerintah menetapkan undang-undang yang mengatur (a) menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima dan lokasi lainnya; (b) mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekuasaan proses, bersifat padat karya serta mempunyai nilai seni budaya yang bersifat khusus dan turun temurun; (c) mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan UK melalui pengadaan secara langsung dari UK.
Sistem Kewirausahawan
Dari pembahasan kewirausahaan di atas, terlihat sangat besar upaya pemerintah untuk membina dan mengembangkan usaha kecil. Kewirausahaan sebagai sebuah sistem, akan dilihat dari empat ware.
Orgaware dalam kewirausahaan, adalah komponen organisasi dalam kewirausahwana yang dapat direpresentasikan dengan komunitas kaki lima, koperasi rakyat atau litbang dalam pemerintah. Organisasi dalam kewirausahawan baik kewirausahawan bermodal kecil ataupun besar sudah diorganisir.
Sistem Kewirausahawan
Dari pembahasan kewirausahaan di atas, terlihat sangat besar upaya pemerintah untuk membina dan mengembangkan usaha kecil. Kewirausahaan sebagai sebuah sistem, akan dilihat dari empat ware.
Orgaware dalam kewirausahaan, adalah komponen organisasi dalam kewirausahwana yang dapat direpresentasikan dengan komunitas kaki lima, koperasi rakyat atau litbang dalam pemerintah. Organisasi dalam kewirausahawan baik kewirausahawan bermodal kecil ataupun besar sudah diorganisir.
Infoware perkembangan sebuah pusat perekonomian, tidak terlepas dari proses perkembangan masyarakat disekitarnya. Budaya kewirausahaan sudah melekat di darah daging masyarakat Indonesia. Kondisi ini dapat diamati, dengan melihat ‘kesibukan’ sebuah pusat bisnis rakyat, seperti di kaki lima ataupun PIK (Pusat Industri Kecil).
Technoware pengembangan teknologi kewirausahaan berasal dari budaya setempat sehingga alokasi dana yang dikeluarkan pelaku kewirausahaan akan lebih efektif dan efisien. Namun, jangan dilupakan juga teknologi dalam industri kewirusahawan yang mempunyai kemampuan daya saing di dunia internasional.
Humanware pembangunan sumberdaya manusia (SDM) yang unggul bagi pelaku kewirausahaan khsususnya usaha kecil harus terus dilakukan. Media pelatihan baik pelatihan teknis ataupun pelatihan achievement dapat lebih diperbanyak, disikapi dan keluaran dari pelatihan tersebut di-follow up-i, sehingga distribusi SDM akan tetap terjadi. Kualifikasi SDM yang dihasilkan adalah wirausahawan yang kreatif dan inovatif. Atau meminjam istilah Hermawan Kertajaya innopreneur atau innovation and entrepreneur. [12]
Wirausahawan Jenis Baru
Wirausahawan Jenis Baru
Bagi Kertajaya (1999) kewirausahawan jenis baru dapat disebut dengan innopreneur atau innovation and entrepreneur. Innovation dimaksudkan dengan penemuan sesuatu yang baru bisa berupa gagasan, metoda maupun alat. Entrepreneurship adalah kemampuan mengorganisasikan, mengelola dan taking risk dalam suatu unit bisnis. Secara umum innopreneur berarti kemampuan untuk merealisasikan sebuah penemuan teknologi menjadi produk yang memiliki potensi komersial. Seorang innopreneur akan mampu secara baik mengelola dan menjalankan proses dan tahapan inovasi mulai dari penyusunan konsep dan ide penemuan hingga ke produk pasar.[13]
Pambudy (2001) mengutip beberapa definisi tentang wirausahawan. Menurut Schumpeter, Wirausahawan adalah orang yang menghasilkan kombinasi baru dengan cara memperkenalkan produk-produk atau proses-proses atau mengantisipasi pasar ekspor atau megnhasilkan tipe organisasi baru. Dalam pandangan Schumpeter seorang wirausahawan, memimpin suatu industri baru yang bias menghasilkan perubahan struktural. [14]
Untuk meruntuhkan model wirausahawan perkoncoan, seorang wirausahawan sejati harus memiliki beberapa sifat penting. Sifat penting tersebut disebut dengan Ten D atau Sepuluh ‘D’. Dream (mimpi), Decisiveness (ketegasan), Doers (pelaku), Determination (ketetapan hati), Dedication (dedikasi), Devotion (kesetiaan), Details (terperinci), Destiny (nasib), Dollars (uang) dan Distribute (Distribusi).[15]
Penutup
Penutup
Pengembangan dunia kewirausahaan adalah salah satu modal dasar bagi pembangunan pemberdayaan masyarakat. Peran dan sinergi antara pemerintah, agen pembangunan, LSM dan masyarakat perlu dipadukan, sehingga pemberdayaan masyarakat dapat dijalankan sesuai dengan harapan. Konsekuensi dari sinergi ini adalah menghasilkan budaya baru dan jenis kewirausahawan baru yang tangguh.
[1] Nasution, Muslimin. 2001.
[2] Astrid S. Susanto di Astrid., AS. 1991.
[3],[4], [5],[6] Kartasasmita, Ginandjar. 1996.
[7] Inpres Nomor 4 tahun 1995 tentang Kewirausahaan
[8],[10],[11] Prawirokusumo, Suharto. Prof. Dr. 1999.
[9],[14],[15] Pambudy, Rahmat. 2001.
[12],[13] Kertajaya, Hermawan. 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar