Pendahuluan
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses untuk membangun kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Salah satu ruang lingkup dalam pembangunan ekonomi adalah mensintesiskan peranan pertanian ke dalam arus pembangunan. Sehingga tercipta hubungan dinamis antara pertanian dan industri dalam suatu strategi pertumbuhan yang optimal[1]. Mengingat pentingnya pertanian, tidaklah mengherankan sektor ini mendapatkan sasaran intensif baik para generalis maupun spesialis. Namun, mengingat perkembangan pengetahuan dewasa ini tidaklah mengherankan bahwa konseptualisasi yang mendasar dan luas dalam ekonomi pembangunan tidak memberikan tempat sentral bagi pertanian.
Tidak dapat diragukan bahwa ditelantarkannya pertanian dalam pembangunan oleh kalangan cendekiawan berakar pada pandangan mendasar bahwa pertanian itu dianggap terbelakang. Toffler dalam bukunya “The Third Wave” menyatakan bahwa terdapat tiga tahap gelombang peradaban. Gelombang I adalah masyarakat pertanian. Gelombang II adalah masyarakat Industri. Gelombang III adalah Masyarakat Informasi[2].
Untuk membangun sebuah peradaban, maka perlu dipertanyakan bagaimana proses industrialisasi intelegensi di dalam sektor pertanian ? Model-model apakah yang akan menunjukkan proses industri intelegensi di dalam sektor pertanian ? Bagaimana hasil industri intelegensi tersebut untuk menciptakan pembangunan pangan yang berkelanjutan. Tulisan berikut akan mencoba membahas signifikansi industri intelegensi untuk menciptakan barang yang berguna bagi pembangunan ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Tinjauan Singkat Mengenai Agroindustri
Di dalam pembangunan nasional dan proses industrialisasi negara kita, tampaknya pemerintah melihat agroindustri sebagai satu sendi saja dalam usaha mentransformasikan negara Indonesia dari negara agraris menjadi negara Industri. Untuk menciptakan ketahanan pangan yang berkelanjutan, maka negara harus bertumpu kuat di dalam sektor pertanian dan tidak mengabaikan agroindustri. Beberapa persoalan mengenai agroindustri sudah dikemukakan dalam Forum Diskusi Nasional mengenai agroindustri pada tahun 1989[3]. Persoalan tersebut adalah :
- Keterbatasan SDM, bukan hanya kekurangan tenaga terampil tetapi juga kecenderungan generasi muda untuk memilih pekerjaan di luar sektor pertanian.
- Kelestarian lingkungan, sangat perlu diperhatikan di dalam mengelola kekayaan alam. Karena jika tidak dilakukan kekayaan alam tersebut tidak dapat dipelihara sehingga makin sukar menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.
- Kerjasama kelembagaan pemerintah dan swasta perlu dipererat antara lain melalui pertukaran berbagai informasi teknologi yang dibutuhkan untuk pengembangan argoindustri.
Genteknologi dan Bioteknologi
Genteknologi adalah teknologi yang merekayasa manipulasi faktor-faktor genetika warisan dari hewan, tanaman dan mikro organisme. Di dalam sektor pertanian genteknologi dipergunakan sebagai alat memerangi hama dan tanaman herbisida. Sedangkan bioteknologi mempunyai cakupan yang lebih luas dari genteknologi. Umumnya bioteknologi dimengerti sebagai pemanfaatan mikro organisme dalam ukuran industri.
Di dalam gentek terkandung bahaya manipulasi kehidupan, baik disengaja (sesuai dengan kepentingan pemilik teknologi atau mereka yang memiliki akses terhadap kontrolnya) maupun tidak disengaja
Hasil dari genteknologi adalah tanaman menjadi resisten terhadap hama. Satu hal yang biasanya – dalam kondisi baik – dapat dicapai oleh tanaman dengan menggunakan teknik pembiakan konvensional. Syaratnya, setidaknya harus ditemukan tanaman sejenis yang menunjukkan tanda-tanda resisten terhadap hama tertentu. Dengan genteknologi tanaman yang resisten meskipun tidak sejenis, faktor gennya dapat ditransfer ke tanaman lain hingga menjadi resisten. Bila ini dilakukan dapat dipastikan akan muncul suatu tanaman baru yang resisten terhadap hama tertentu.
Sebagai contoh, Swiss melakukan eksperimen dengan genteknologi untuk mengembangkan jenis tanaman kacang kedele yang resisten terhadap total herbicide AA trek – yang mengandung atrasina. Atrasina digunakan di lahan jagung untuk membunuh rerumputan liar karena jagung secara alami resisten terhadapnya. Dalam sebuah fase penanaman, kacang kedele dan jagung ditanam secara bergilir pada lahan yang sama. Padahal kacang kedele hanya resisten terhadap atrasina dalam kadar rendah. Bila penelitian tersebut mampu membuahkan jenis kacang kedele yang tingkat resistennya terhadap atrasina relatif tinggi, maka akan terjadi peningkatan panen sebesar dua hingga tiga kali lipat.
Revolusi Hijau
Revolusi hijau didasarkan pada teknologi baru dan pertumbuhan penggunaan pupuk yang cepat, meningkatnya komersialisasi dalam pertanian dan institusi nasional yang orang-orangnya terlatih dan jumlahnya meningkat cepat[5]. Untuk kasus Indonesia Revolusi Hijau adalah membangun pertanian melalui kemajuan bioteknologi dan genteknologi sehingga menghasilkan produk berupa bibit padi unggul dan pupuk buatan yang menyertainya. Untuk lebih memungkinkan adopsi dan penyebaran teknologi diperlukan empat prasyarat lain[6], yaitu (1) Tersedianya sarana produksi di dekat petani, (2) Terbukanya pasar atas hasil-hasilnya, (3) Transportasi yang lancar (4) Iklim berproduksi yang benar-benar merangsang.
Namun, syarat esensial ini hanya berlaku secara baik di Jawa dan relatif kurang di luar Jawa. Sehingga banyak komoditi perkebunan rakyat seperti karet, kopi, lada dan lain-lain tidak berkembang sebagai budidaya intensif seperti di Jawa. Untuk bisa meningkatkan pembangunan pertanian secara keseluruhan diperlukan investasi besar-besaran dari pemerintah berupa jalan-jalan yang melancarkan arus teknologi, saprodi kaitannya ke sentra-sentra produksi dan kebijakan pemotongan dana untuk investasi pendidikan bagi setiap panen yang berhasil
Peranan Universitas
Universitas sebagai simbol pencerahan masyarakat, mempunyai kewajiban untuk berpartisipasi aktif di dalam membangun masyarakatnya[7]. Pembangunan pusat Research and Development bagi sektor pertanian di setiap Universitas merupakan kebutuhan mendesak. Produk R&D dari Universitas berupa informasi, formula dan teknologi harus ditransformasikan ke masyarakat. Media yang dapat dipakai adalah pelatihan-pelatihan dengan metode Participation Action Research (PAR), dengan peserta diambil dari petani dan fasilitator dari mahasiswa-mahasiswa. Dengan model ini diharapkan transformasi dan perkembangan SDM dapat dilakukan secara cepat.
Dari sisi lain R&D – sebagai orgaware – juga menciptakan model SDM – sebagai humanware – yang diperlukan di dalam transformasi ide dan gerakan revolusi hijau. Dengan preskripsi bahwa gerakan revolusi hijau adalah syarat cukup bagi terciptanya Pembangunan Ketahanan Pangan yang Berkelanjutan di Indonesia.
Penutup
Seluruh media pembawa teknologi seperti humanware, technoware, infoware dan orgaware akan secara sinergis membangun revolusi hijau. Dimana revolusi hijau itu sendiri merupakan produk dari industrialisasi intelegensi. Tujuan akhir dari proses industrialisasi intelegensi dalam sektor pangan ini diharapkan menciptakan Pembangunan Ketahanan Pangan yang Berkelanjutan.
Bibliografi
Ivan A. Hadar, Perusahaan Multi Nasional, Dunia Ketiga dan Masa Depan Pangan, Prisma No. 8 Tahun XIX, LP3ES, 1990.
Mellor, John. W., “Pertanian dalam perjalanan ke Industrialisasi”, Mengkaji Ulang Strategi-Strategi Pembangunan, John P. Lewis et.al (Editors), Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1987.
Sasmojo, Saswinadi, “Science, Teknologi, Masyarakat dan Pembangunan”, Naskah Kuliah di Program Pasca sarjana studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung, 1995
________, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan Dan Seni Dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Indonesia, Sasmojo, S et.al (Editors), Penerbit ITB, Bandung, 1991.
Toffler, Alvin, TheThird Wave, William Morrow & Company, New York, 1980.
[1] John. W. Mellor , “Pertanian dalam perjalanan ke Industrialisasi”, Mengkaji Ulang Strategi-Strategi Pembangunan, John P. Lewis et.al (Editors), Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1987.
[2] Alvin Toffler, TheThird Wave, William Morrow & Company, New York, 1980.
[3] Sediono M. P. Tjondronegoro, “Faktor Sosial Budaya dalam Pengembangan Agroindustri”, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan Dan Seni Dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Indonesia, Sasmojo, S et.al (Editors), Penerbit ITB, Bandung, 1991.
[4] Ivan A. Hadar, Perusahaan Multi Nasional, Dunia Ketiga dan Masa Depan Pangan, Prisma No. 8 Tahun XIX, LP3ES, 1990.
[5] John. W. Mellor , Cop. It
[6] Mubyarto, Ilmu, Teknologi dan Pembangunan Manusia”, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan Dan Seni Dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Indonesia, Sasmojo, S et.al (Editors), Penerbit ITB, Bandung, 1991.
[7] Konsep ini adalah konsekuensi logis dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar