Custom Search

Senin, 17 Desember 2007

PENERIMAAN PEMERINTAH

Penerimaan pemerintah (baik pemerintah pusat maupun daerah) dapat berasal dari pungutan pajak maupun bukan pajak, serta sumbangan ataupun bantuan dan pinjaman. Untuk pemerintah daerah, sumbangan atau bantuan yang terbesar diterima biasanya dari pemerintah pusat. Dalam berbagai artikel dana ini disebut juga sebagai “transfer dana dari pemerintah yang lebih tinggi”. Yang termasuk dalam penerimaan bukan pajak, untuk kasus penerimaan pemerintah daerah ini, adalah seperti: retribusi, hasil penjualan dan/atau penyewaan aktiva (kekayaan) milik pemerintah daerah, serta hasil pengenaan denda terhadap para pelanggar peraturan.
Penerimaan dari pinjaman dapat berasal dari masyarakat, lembaga-lembaga keuangan nasional, pemerintah pusat ataupun lembaga-lembaga keuangan internasional seperti: Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan sebagainya. Pinjaman kepada masyarakat dapat dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penerbitan dan penjualan surat hutang (seperti: obligasi) di pasar modal. Pinjaman kepada lembaga keuangan nasional umumnya berupa permohonan kredit.
Untuk pemerintah daerah di Indonesia dewasa ini, menurut peraturan perundangan yang berlaku, yaitu UU No 34 Tahun 2000 (UU tentang Pajak Darah dan Retribusi Daerah), serta PP No 65 dan 66 tahun 2001 , komposisi penerimaan pemerintah daerah, yang tercantum dalam APBD, dikelompokkan sebagai berikut:

(i) Pendapatan Asli Daerah, yang terdiri dari:
  1. Hasil Pajak daerah;
  2. Hasil dari Retribusi Daerah;
  3. Hasil dari Perusahaan Daerah dan Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan;
  4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

(ii) Dana Perimbangan, terdiri dari:
  1. Bagi Hasil Sumberdaya Alam (Sektor Kehutanan, Pertambangan Umum dan Perikanan);
  2. Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Atas Tanahdan Bangunan;[1]
  3. Dana Alokasi Umum;
  4. Dana Alokasi Khusus.

(iii) Pinjaman;
(iv) Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
Di luar keempat sumber penerimaan ini, untuk tertib pembukuan, sisa anggaran di tahun sebelumnya serta dana cadangan yang sengaja diadakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai keperluan tertentu yang cukup besar di masa datang (investasi), diperlakukan pula sebagai penerimaan tahun yang berjalan, dan secara eksplisit mesti ditampilkan dalam APBD pemerintah daerah.[2]

Hasil dari pajak daerah, menurut UU No 34 tahun 2000 itu, untuk Pemerintah Provinsi adalah:
  1. Hasil dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB);
  2. Hasil dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB);
  3. Hasil dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB);
  4. Hasil dari Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Permukaan (PABTP).

Sedangkan untuk Pemerintah Kabupaten/Kota adalah:
  1. Hasil dari Pajak Reklame;
  2. Hasil dari Pajak Hiburan;
  3. Hasil dari Pajak Hotel;
  4. Hasil dari Pajak Restoran;
  5. Hasil dari Pajak Galian C;
  6. Hasil dari Pajak Penerangan Jalan Umum;
  7. Hasil dari Pajak Parkir.

Hasil penerimaan retribusi, baik untuk Pemerintah Provinsi maupun kabupaten/Kota, adalah:

  1. Hasil dari Retribusi jasa Usaha;
  2. Hasil dari Retribusi jasa Umum; dan
  3. Hasil dari Retribusi Perizinan Tertentu.

Hasil dari perusahaan daerah atau pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah perolehan atas penjualan hasil produksi perusahaan-perusahaan daerah serta hasil sewa atau penjualan dari unit-unit usaha daerah yang kekayaannya merupakan kekayaan yang dipisahkan dari keuangan pemerintah daerah.


Lain-lain pendapatan pemerintah daerah yang sah adalah pendapatan-pendapatan seperti dari bunga atas saldo giro pemerintah daerah di bank-bank umum, pendapatan dari denda dan hukuman terhadap pelanggar-pelanggar peraturan, serta sumbangan masyarakat (pihak ketiga) dan sebagainya.


Dana perimbangan pada hakekatnya merupakan “transfer” dana pemerintah pusat kepada daerah seperti yang disebut di atas. Menurut ketentuan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Antara keuangan Pemerintah Pusat Dengan Daerah (yang merupakan revisi UU No 25 tahun 1999),dana tersebut diperuntukkan bagi: (i) menjamin terciptanya perimbangan secara vertikal di bidang keuangan antar tingkat pemerintahan; (ii) menjamin terciptanya perimbangan horizontal di bidang keuangan antar pemerintah di tingkat yang sama; dan menjamin terselenggaranya kegiatan-kegiatan tertentu di daerah yang sejalan dengan kepentingan nasional. Dana ini, seperti telah disebutkan di atas, terdiri dari, pertama: bagi hasil atas sumberdaya alam di sektor kehutanan, pertambangan umum dan perikanan; bagi hasil penerimaan pemerintah dari pajak bumi dan bangunan dan bea perolehan atas pajak dan bangunan (kini juga pajak penghasilan); dan kedua, dana alokasi umum, yang besarnya sekitar 25% dari penerimaan dalam negeri pemerintah pusat; dan ketiga, dana alokasi khusus.

Dana alokasi umum (DAU) pada hakekatnya merupakan dana transfer untuk membantu pemerintah daerah dalam menutup (jika tidak seluruhnya, maka sebagian) kesenjangan fiskalnya (fiscal gap). Kesenjangan fiskal adalah selisih positif antara kebutuhan belanja pemerintah daerah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakatnya (expenditure needs) dengan kemampuannya dalam menggali penerimaan yang berasal dari daerah sendiri setelah ditambah dengan penerimaan bagi hasil (fiscal capacity). Jadi, secara sederhana kesenjangan fiskal ini dapat dituliskan dalam sebuah persamaan sebagai berikut:

FG = EN – FC ………………………………………………….……….(1);
FC = OR + RS…. ……………………………………………………….(2).


Di mana:
FG : Fiscal Gap (Kesenjangan Fiskal);
EN : Expenditure Needs (Kebutuhan Fiskal);
FC : Fiscal Capacity (Kemampuan Fiskal);
OW : Own Revenues (PAD);
RS : Revenue Sharing (Bagi Hasil).

Dana alokasi khusus merupakan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah dalam rangka agar daerah berkenan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dirasa amat penting dari sisi pandang kehidupan bersama secara nasional. Melalui transfer dana ini diharapkan daerah ikutserta langsung mensukseskan program-program yang menjadi prioritas nasional (pemerintah pusat). [3] Dana alokasi khusus untuk pendidikan merupakan contoh paling pas untuk hal ini, sebab –sebagaimana telah dicanangkan oleh pemerintah pusat—pendidikan 9 tahun adalah wajib bagi setiap warga negara Indonesia yang kini berusia di antara 7 s/d 16 tahun; selain daripada itu DPR pun telah menetapkan bahwa pemerintah mesti mengalokasikan minimal 20 % dari anggarannya kepada sektor pendidikan.

  1. Sekarang, dengan lahirnya UU revisi dari UU No 22 dan 25 Tahun 1999 juga termasuk bagi hasil Pajak Penghasilan Perorangan.
  2. Dengan format APBD berubah, yaitu tidak lagi “T-Account” tetapi “I-Account” sisa anggaran tahun lalu dan dana cadangan tersebut diperlakukan sebagai “sumber pembiayaan”atas surplus APBD.
  3. Dalam kaitan dengan klasiifikasi tugas yang tergaris dalam undang-undang Pemerintah Daerah, di mana ditekankan bahwa selain memikul tugas desentralisasi daerah juga memikul tugas dekonsentrasi (untuk Pemerintah Provinsi) dan tugas pembantuan (untuk Pemerintah baik Provinsi maupun Kabupaten dan Kota), maka DAK ini sesunguhnya pembiayaan untuk melaksanakan tugas pembantuan itu.

Tidak ada komentar:

Model Pengembangan Rantai Pasok Rumput Laut oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Guna Pemenuhan Kebutuhan Rumput Laut Dan Produk Turunannya

Denny Noviansyah Abstrak Indonesia sebagai negara Maritim mempunyai Panjang pantai seluas 95.181 km 2 . Pesisir pantai mempunyai berbagai je...