Custom Search

Senin, 17 Desember 2007

BUDAYA KEMANDIRIAN BANGSA KITA MELALUI BUDAYA MEMBACA

Krisis total yang disebabakan oleh krisis moneter di Indonesia, sesungguhnya berasal dari terlalu percayanya elit bangsa ini terhadap pembangunann yang berdasarkan hutang serta pengembangan sector moneter. Sedangkan investasi jangka panjang, yaitu peningkatan kualitas pendidikan bukan menjadi prioritas utama. Sistem pendidikan yang dibangun lebih cenderung sistem pendidikan yang tidak membebaskan.[1]

Paolo Freire menganggap, bahwa sistem pendidikan ini yang dipakai di Negara-negara berkembang tidak realible. Hal ini tercermin dari kurikulum yang dipakai dn dibuat oleh Negara, sampai kepada kemampuan para fasilitator pendidikan untuk memberikan pengetahuan menulis dan membaca. Sebagai contoh, kurikulum di Brazil, misalnya seorang petani diajarkan untuk membaca obyek berupa mobil. Padahal mobil jenis tersebut tidak ada di Negara Brazil (Negara asal Freire). Hasilnya, petani tersebut dapat membaca, tetapi tidak mampu memaknai hal yang dibaca.[2] Padahal yang dibutuhkan dari sebuah proses membaca adalah pemaknaan. Seperti halnya Alloh menurunkan ayat pertama, yaitu Iqra’ atau membaca.[3]

Budaya menurut Koentjaraingrat diidentifikasikan menjadi tiga unsur, yaitu 1. ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan; 2) Aktivitas dan kelakuan 3) benda hasil karya manusia. Dimana ketiga unsur tersebut mewujud kepada sebuah kebudayaan. Membaca sebagai sebuah bentuk privat adalah sebuah aktivitas. Ketika membaca sudah menjadi sebuah kebiasaan dan ini dilakukan oleh public, maka membaca sudah menjadi sebuah kebudayaan.

Dalam laporan Human Development Index (UNDP 2001), Indonesia berada di peringkat 102 dari 162 negara. Sedangkan umur Harapan Hidup, Pendidikan dan GDP adalah (0,68; 0,79; 0,56). Negara kita masih kalah jauh dengan Negara-negara ASEAN lainnya, misalnya Malaysia (0,79; 0,80; 0,74) atau Singapura (0,87; 0,87; 0,89). Menurut Wardiman, Indonesia denganjumlah penduduk 220 juta orang hanya mampu menerbitkan 50 juta buku, atau proporsinya ¼ buku / orang

Fenomena ini menunjukkan bahwa SDM Indonesia masih tertinggal jauh dari Negara-negara ASEAN lainnya. Atau dengan bahasa lain dpat disimpulkan, membaca dan belajar belum menjadi budaya.

[1] Sistem pendidikan yang tidak membebaskan dapat dibaca dalam Freire, Paolo, 1985 – terjemahan, Pendidikan Kaum Tertindas, LP3ES. Jakarta.
[2] Refleksi dari Belajr dari Pengalaman, P3M.
[3] Iqra’ berasal dari bahasa Arab yang berarti membaca.

Tidak ada komentar:

Model Pengembangan Rantai Pasok Rumput Laut oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Guna Pemenuhan Kebutuhan Rumput Laut Dan Produk Turunannya

Denny Noviansyah Abstrak Indonesia sebagai negara Maritim mempunyai Panjang pantai seluas 95.181 km 2 . Pesisir pantai mempunyai berbagai je...