Substansi dari proses pemberdayaan masyarakat adalah terjadinya perubahan perilaku pelaku sendiri. Dengan kata lain tumbuhnya kesadaran kritis dan kesiapan masyarakat bahwa persoalan akibat bencana di wilayahnya hanya dapat diatasi oleh mereka sendiri, dengan cara; (1) membangun kembali nilai-nilai luhur universal sebagai landasan dari semua keputusan dan tindakan, (2) menemukan dan menggalang pribadi-pribadi yang komit dan memiliki integritas tinggi dalam proses rehabilitasi permukiman yg sehari-harinya merupakan pelaku nilai, (3) bertumpu pada keswadayaan masyarakat dan prinsip pembangunan organik yang berkelanjutan.
Peran dari pendampingan atau pihak luar hanyalah sebagai pelengkap dari adanya niat, prakarsa, untuk membangun kepedulian, dan komitmen masyarakat itu sendiri. Karena itu, berhasil tidaknya P2KP di suatu lokasi sasaran untuk sebagian besar justru akan sangat tergantung pada kepedulian, komitmen, motivasi dan ikhtiar masyarakat setempat. Dengan demikian, P2KP diharapkan dapat dijadikan sarana bagi proses pembelajaran masyarakat untuk terus melakukan perubahan-perubahan sendiri ke arah yang lebih baik dan efektif, baik itu menyangkut pola pikir, pola perilaku, pola tindak dan lain-lain. Inilah yang menjadi hakekat membangun masyarakat dari dalam (development from within).
Keberhasilan pelaksanaan program P2KP sangat dipengaruhi oleh kordinasi dan kerjasama semua pelaku mulai dari tingkat pusat sampai daerah. Hal ini hanya dapat terjadi apabila semua stakeholders memiliki sudut pandang dan niat yang sama mengenai visi dan misi rehabilitasi permukiman pasca bencana. Oleh karena itu intensitas kegiatan sosialisasi dan kordinasi ini perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari semua pelaku P2KP.
Proses rekrutmen merupakan salah satu penentu untuk mendapatkan fasilitator yang handal, dalam arti mampu bekerja secara kelompok (Team work), juga mempunyai kemampuan dan kemauan serta kepedulian terhadap pengembangan masyarakat miskin. Strategi rekrutmen yang digunakan KMW PILOT NAD cukup efektif, hal ini dapat diketahui dari kinerja tim fasilitator rata-rata baik, bahkan beberapa fasilitator menunjukkan kinerja dan kemampuan yang sangat baik.
Sosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyebaran dan pertukaran ide atau gagasan baru dari agen pembaharu kepada masyarakat dalam suatu sistem sosial, sehingga masyarakat yang berada di dalam sistem sosial tersebut mengalami transformasi sosial. Salah satu unsur penting yang menjadi faktor penyebab transformasi sosial, yakni adanya kegiatan sosialisasi. Paradigma sosialisasi memberikan kesadaran bahwa tidak ada strategi yang seragam untuk keanekaragaman dalam hal substansi/isi pesan, sarana, personel, tujuan dan falsafah yang dianut dalam sosialisasi.
Strategi sosialisasi didesain atas dasar paradigma sosialisasi yang memandang bahwa alternatif strategi sosialisasi terpilih merupakan muara dari dari interaksi antara landasan filosofi sosialisasi, definisi dan tujuan sosialisasi, substansi muatan atau isi materi sosialisasi, sarana dan personel serta kelompok sasaran.
Titik sentral pelatihan bagi senior fasilitator, fasilitator, relawan masyarakat, tim pemetaan swadaya, KERAP, Tim Penyusun PJP Rehabilitasi Permukiman, UPK, staf dinas/instansi kota/kabupaten adalah transformasi nilai yang diasumsikan mendukung suasana yang kondusif bagi pendekatan pembangunan bertumpu pada kelompok/community based development dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka menggapai visi, misi dan tujuan P2KP.
Pendekatan pelatihan didisain dengan menggunakan disain pelatihan yang berbasis nilai dengan focus sasaran tidak semata menggapai domain kognitif dan psiko motorik, tetapi lebih penting dari itu adalah perubahan domain afektif. Kendatipun demikian, materi dasar-dasar filosofis, teoritis, metodologis dan teknis tetap menjadi substansi pelatihan.
Pelatihan diselenggarakan dengan pendekatan andragogi dan partisipatif, mengingat peserta pelatihan adalah orang dewasa dengan latar pengalaman yang variatif. Bentuk pelatihan berupa penyampaian informasi, aspirasi dan responsi, simulasi dan praktek lapangan.
Program penyiapan masyarakat dalam rangka rehabilitasi permukiman di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, berorientasi pada proses penyiapan pengorganisasian masyarakat untuk mengorganisir dan mensinergikan warga-warga setempat yang relawan dan peduli, representatif, serta dipercaya masyarakat. Wakil-wakil warga inilah yang diorganisasikan sebagai motivator pembangunan untuk memulihkan komunitas permukiman di wilayahnya sendiri.
Wakil-wakil warga ini merupakan faktor penting dalam pelaksaan program ini, karena program ini akan berhasil dan bermanfaat apabila dikelola secara bersih, adil, jujur, benar, dapat dipercaya, ikhlas, kebersamaan, dan nilai-nilai luhur lainnya. Untuk itu masyarakat warga kelurahan sasaran Program dituntut untuk membangun pemimpin-pemimpin masyarakat sebagai pengelola dan pelaksana-pelaksana Program di tingkat masyarakat. Pemimpin-pemimpin yang dibangun di tingkat masyarakat itu harus memiliki ciri dan karakteristik yang sesuai dengan paradigma utama Program, yakni menitikberatkan pengelolaan Program berbasis pada nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Untuk menjamin keteraturan dalam pelaksanaan pemilihan Wakil warga untuk anggota KERAP perlu disepakati aturan main (Tata tertib) pemilihan KERAP, yang hal tersebut dilakukan oleh panitia yang telah terbentuk dan juga penetapan jadwal pemilihan di tingkat Dusun atau lorong dan tingkat Kelurahan.
Untuk meningkatkan pemahaman tentang mekanisme pemilihan KERAP ini dan menyeragamkan disetiap even, dilakukan kegiatan simulasi pemilihan KERAP oleh tim fasilitator kepada relawan dan panitia pemilihan KERAP. Disamping juga membagikan SOP Pembentukan KERAP dan format-format serta draft rancangan tata tertib pemilihan.
Jadwal-jadwal yang telah disepakati oleh warga selanjutnya dilakukan pemilihan secara langsung, tertulis/tertutup, tanpa kampanye, tanpa pencalonan serta rekayasa dari pihak manapun, dimana sebelum pemilihan dimulai dilakukan rembug untuk menyepakati kriteria orang yang layak dipilih oleh warga. Sebagai referensi, Konsultan telah memberikan semacam petunjuk pertanyaan kritis untuk menyadarkan warga bahwa pada dasarnya yang berhak dipilih oleh masyarakat itu adalah orang-orang yang dianggap paling jujur, dapat dipercaya, adil, tanpa pamrih dan punya kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat.
Basis nilai-nilai kemanusiaan itulah yang pada akhirnya menyadarkan masyarakat untuk bisa memilih siapa orang yang layak duduk sebagai anggota KERAP.
Setelah kriteria disepakati, panitia pemilihan membacakan tata tertib pemilihan dan melaksanakan pemilihan sesuai dengan SOP Pemilihan KERAP. Hal yang menarik dari proses pemilihan seperti ini adalah kemungkinan akan terjadinya rekayasa dan politik uang sangat kecil sekali, karena warga yang punya ambisi secara alamiah akan mundur setelah melihat kriteria yang disepakati warga.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pemilihan ini memang pada beberapa tempat sangat tinggi (mencapai angka 70 % dari hak pilih), namun dibeberapa tempat lainnya sangatlah kecil karena berbagai faktor seperti :
Tercerai berainya masyarakat pada berbagai lokasi sehingga sulit menghubungi dan menginformasikan kegiatan pemilihan KERAP
Pada beberapa wilayah, Respon dan partisipasi masyarakat sangat rendah.
Banyaknya pihak yang berjanji tapi belum ada bukti menjadikan masyarakat curiga dan terkadang antipati terhadap pertemuan-pertemuan.
Trauma terhadap bencana, dan lamanya hidup di tenda-tenda dan barak-barak pengungsian, karena tingkat kepercayaan mereka
Batasan waktu yang pendek untuk proses pendampingan sehingga terkadang belum mampu menjangkau lebih banyak warga yang memang selain kondisi tempat tinggal yang jauh juga belum normal.
Walaupun demikian pada dasarnya masyarakat di lokasi sasaran telah melaksanakan proses tersebut yang merupakan proses pembelajaran awal untuk nantinya kedepan dapat lebih disempurnakan.
Proses pemilihan KERAP dilakukan berjenjang dari mulai pemilihan wakil warga tingkat dusun/lorong hingga pemilihan anggota KERAP dari wakil-wakil warga terpilih. Dan atau proses pemilihan secara langsung di tingkat Kelurahan dimana masyarakat memilih untuk menjadi anggota KERAP berdasarkan ranking suara tertinggi sesuai dengan jumlah anggota KERAP yang disepakati. Hal ini dimungkinkan untuk jumlah penduduk dewasa (hak pilih) berkisar 100 orang atau yang masih terdata dalam beberapa lokasi tertentu untuk dijangkau, langsung dengan pemilihan atau secara door to door.
Pemimpin masyarakat adalah warga masyarakat yang dinilai dapat dipercaya dan dipilih langsung oleh masyarakat setempat untuk menjadi pelaksana-pelaksana berbagai kegiatan di wilayahnya. Termasuk kategori pemimpin-pemimpin masyarakat, diantaranya adalah relawan, wakil-wakil warga dari lorong atau dusun, Lokasi pengungsian, Barak-barak, dan pemimpin kegiatan-kegiatan sosial lainnya.
Program penyiapan masyarakat dalam rangka rehabilitasi permukiman akan berhasil dan bermanfaat bagi upaya rehabilitasi permukiman apabila dikelola secara bersih, adil, jujur, benar, dapat dipercaya, ikhlas, kebersamaan, dan nilai-nilai luhur lainnya. Untuk itu masyarakat warga kelurahan sasaran Program dituntut untuk membangun pemimpin-pemimpin masyarakat sebagai pengelola dan pelaksana-pelaksana Program di tingkat masyarakat. Pemimpin-pemimpin yang dibangun di tingkat masyarakat itu harus memiliki ciri dan karakteristik yang sesuai dengan paradigma utama Program, yakni menitik beratkan pengelolaan Program berbasis pada nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Komite Rehabilitasi Permukiman (KERAP) merupakan organisasi masyarakat yang keberadaannya bersifat ad hoc untuk mengkoordinasikan gerakan masyarakat dalam rangka rehabilitasi permukiman selama kurun waktu tertentu.
Keberadaan KERAP merupakan representasi warga yang dipilih secara langsung dan demokratis oleh masyarakat berdasarkan kriteria nilai-nilai kemanusiaan yang universal yakni ikhlas, jujur, adil dan dapat dipercaya, pada gilirannya mampu menumbuhkan rasa kekeluargaan, kebersamaan, solidaritas dan senasib sepenanggungan bagi semua anggota masyarakat.
KERAP dibangun melalui serangkaian proses pelibatan masyarakat secara langsung tanpaadanya pencalonan, kampanye dan tanpa membedakan status pendidikan, kedudukan dan jender berdasarkan kesadaran kritis masyarakat.
Pembangunan komitmen pelibatan aktif dari kelompok sasaran yang juga merupakan bagian dari pelaku dari program tidak saja memerlukan proses penyebaran informasi semata, namun lebih daripada itu diperlukan usaha-usaha penguatan dalam bentuk pelatihan. Pelatihan tidak saja diperlukan oleh fasilitator sebagai pendamping kelompok sasaran, namun juga meliputi semua elemen kelompok sasaran yang termasuk dalam organisasi program yang meliputi Relawan, KERAP, Kelompok Swadaya Masyarakat dan elemen pendukung lainnya serta keseluruhan stakeholder yang ada.
Efektifitas pelatihan, pendekatan dan metode yang digunakan serta ketepatan sasarannya akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan seluruh pelaku yang ada dalam memposisikan serta memerankan dirinya dalam struktur program. Dan pada akhirnya secara proporsional dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberhasilan program ini.
Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, masyarakat harus memperoleh peran dan kewenangan yang strategis dan menentukan. Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pelaksanaan program / proyek ini akan berperan sejak adanya pendampingan (pemerintah dan konsultan) yang dijalankan oleh sekelompok relawan, hingga masa pelepasan (pasca dampingan) kelak. Anggota KERAP sebagai kelompok warga masyarakat yang memiliki kepedulian dan komitmen tinggi terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan tersebut diyakini dapat diharapkan mampu berfungsi sebagai agen perubahan (agent of change) yang membawa masyarakat pada perubahan perilaku kolektif menuju suatu tatanan hidup bermasyakat yang baik.
Oleh karenanya, Anggota KERAP perlu mengembangkan kapasitasnya agar mampu menjalankan peranan dan menggunakan kewenangannya secara baik dan benar. Peningkatan pengetahuan, keterampilan, pengembangan sikap, dan kemampuan lainnya dilaksanakan melalui kegiatan sosialisasi, pelatihan, termasuk dalam bentuk coaching oleh Konsultan.
Demikian juga dengan pelaksanaan Pemetaan Swadaya (PS) dan Penyusunan Perencanaan Jangka Pendek (PJP) yang akan dilaksanakan oleh masyarakat bersama KERAP, perlu mendapatkan dukungan pendampingan oleh Fasilitator. Sehingga nantinya masyarakat dapat melakukan kajian kebutuhan pembagunan wilayahnya sendiri dengan tetap mengacu pada kebijakan pemerintah Kota Banda Aceh tentang penataan tata ruang dan wilayah.
Tujuan diselenggarakannya Pelatihan KERAP ini adalah agar Anggota KERAP memperoleh penyamaan persepsi dan peningkatan kemampuan agar mampu berperan dan menjalankan fungsinya sebagai “Dewan Amanah” bagi pelaksanaan rehabilitasi permukiman di masing-masing Kelurahan dan mampu melaksanakan Pemetaan Swadaya dan Penyusunan PJP bersama masyarakat.
Kolektifitas kepemimpinan ini penting dalam rangka memperkuat kemampuan individu untuk dapat menghasilkan dan mengambil keputusan yang lebih adil dan bijaksana oleh sebab terjadinya proses saling asuh, saling asih dan saling asah antar anggota kepemimpinan yang pada akhirnya akan menjamin terjadinya demokrasi, tanggung gugat dan transparansi. Disamping itu pola kepemimpinan kolektif ini juga merupakan disinsentif bagi para pemimpin yang justeru ingin mendapatkan kekuatan absolut di satu tangan yang pada gilirannya akan melahirkan anarki dan tirani yang mementingkan diri sendiri sehingga memperkuat ketidakadilan.
Peran utama KERAP adalah mengawal penerapan nilai-nilai luhur kemanusiaan dalam proses penangulangan kemiskinan pada khususnya dan kehidupan bermasyarakat pada umumnya di kelurahan yang bersangkutan.
Pemilihan anggota KERAP dilakukan tanpa pencalonan dan tiap pemilih harus menulis nama secara rahasia, pribadi-pribadi penduduk kelurahan/desa yang dianggap memenuhi kriteria yang telah disepakati, dikumpulkan dan dihitung.
Penyusunan PJP Rehabilitasi Permukiman dianggap hal yang sangat fundamental karena PJP Rehabilitasi Permukiman di dalamnya berisi tentang prioritas masalah berdasarkan tingkat kepentingan, kemendesakan, serta kedekatannya terhadap pencapaian tujuan Rehabilitasi Permukiman; alternatif-alternatif penanganan masalah berdasarkan potensi yang ada; dan menyusun rencana kegiatan baik yang bersifat strategis sehingga apabila PJP Rehabilitasi Permukiman menyimpang dari rencana maka program Rehabilitasi Permukiman di kelurahan/desa tersebut tidak akan terarah dan terkendali dengan baik.
Jumlah pelaksanaan rembug warga tingkat kelurahan telah dilaksanakan sebanyak 1.460 kali atau rata-rata tiap kelurahan telah melaksanakan rembug sebanyak 30 kali, yang melibatkan peserta/partisipan sebanyak 36.448 orang (24.779 laki-laki dan 11.669 perempuan) atau rata-rata peserta rembug sebanyak 25 orang, dan 15.103 orang diantaranya adalah korban bencana yang tercantum dalam PS-2.
Sampai dengan akhir bulan Maret 2006, 48 KERAP (100%) telah mencairkan dana BLM tahap 1 dan tahap 2 sebanyak 42 KERAP yang seluruhnya bernilai Rp. 13.320.000.000,00. Setelah dikurangi dana untuk BOP KERAP sebesar Rp. 666.000.000,00, dana BLM tersebut disalurkan dicairkan kepada 346 KSM/Panitia sebesar Rp. 8.299.528.950 untuk kegiatan rehabilitasi permukiman dan santunan sosail sesuai dengan BAPPUK.
Rincian jumlah KSM dan rincian dana BLM yang diterima adalah sebagai berikut : KSM /Panitia Prasarana dan sarana dasar (KSM/Panitia Fisik) memanfaatkan dana BLM sebesar Rp. 8.073.213.600,00 (87,3%) untuk rehabilitasi jalan, jembatan, air bersih, drainase, MCK, pengelolaan sampah, meunasah, Balai desa, penerangan tanggul air dan gudang. Disalurkan ke KSM Sosial sebesar Rp. 226.315.350,00 (2,7%) untuk kegiatan beasiswa, santunan dan soaial lainnya.
Agar proses penyaluran dana BLM dari KERAP ke KSM dan juga pelaksanaan kegiatan KSM berjalan dengan baik sesuai dengan rencana kegiatan, maka perlu adanya pendampingan dan pengawasan oleh semua pihak, warga masyarakat dan aparat pemerintah di kelurahan sasaran
Upaya yang dilakukan KMW Pilot NAD untuk dapat menjaga dan mengendalikan terlaksananya kegiatan sesuai dengan visi, misi, prinsip dan nilai P2KP serta sesuai dengan siklus proyek terus dilakukan. Pada tahap persiapan manajemen KMW akan senantiasa melakukan tutorial terhadap Tim Fasilitator, baik itu yang dilaksanakan di kantor Pusat KMW maupun di tingkat Korkot. Disamping kepada Tim Fasilitator diberikan juga acuan pelaksanaan kegiatan yang berupa Standar Operasional Prosedur (SOP).
Adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dijadikan acuan oleh pelaku P2KP, utamanya pada setiap kegiatan Tim Fasilitator, sangat membantu terlaksananya suatu kegiatan dengan baik.
Betapapun tim KMW P2KP Pilot NAD telah berusaha mengimplementasikan segala gagasan ideal tentang P2KP, tetap saja belum merasa puas atas prestasi yang telah dicapai selama satu tahun masa kerja. Untuk itu KMW P2KP Pilot NAD menghimbau pada semua pihak yang peduli terhadap proses rehabilitasi permukiman pasca bencana, untuk berpartisipasi mengisi rongga kosong yang merupakan pekerjaan rumah kita semua.
KMW Pilot NAD telah berusaha untuk selalu dapat menempatkan diri pada sikap realistis, namun tetap optimis. Pencapaian kegiatan yang baik tetap dipandang dengan penuh keyakinan untuk bekal pendorong dalam pelaksanaan kegiatan selanjutnya, dan hasil yang kurang, tetap diterima dengan penuh kesadaran untuk bekal perbaikan kinerja pada masa pengakhiran tugas KMW.
Selama perjalanan pelaksanaan proyek P2KP Pilot NAD senantiasa melakukan evaluasi ataupun pengkajian baik terhadap kendala-kendala yang dihadapi maupun terhadap faktor-faktor pendukung yang ditemukan. Hasil evaluasi itu dijadikan sebagai masukan bagi penyempurnaan strategi dan kerangka kerja implementasi proyek untuk meningkatkan pencapaian kinerja pada tahun kedua.
Waktu pelaksanaan setiap kegiatan P2KP di Pilot NAD mengacu kepada Master Schedule P2KP Pilot NAD. Sedangkan teknis pelaksanakan kegiatan siklus proyek dilaksanakan dengan mengacu pada SOP yang disusun sebagai hasil penjabaran dari pedoman umum P2KP dan pedoman lainnya.
P2KP Pilot NAD sangat mengutamakan proses, dalam arti bahwa setiap tahapan pengembangan masyarakat yang dilaksanakan tidak dilakukan sekadar formalitas belaka. Makna atau jiwa dari setiap kegiatan diusahakan dapat menukik sampai menyentuh nurani masyarakat, sehingga betul-betul dapat menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat.
Ketepatan waktu pencapaian kegiatan antara rencana (time schedule) dengan realisasi merupakan suatu perkiraan semata yang ideal serta kajian yang berupaya untuk menyelaraskan kegiatan dengan SOK dan Master Schedule. Dalam pelaksanaannya banyak faktor yang mempengaruhi ketepatan waktu yang dapat dicapai. Namun yang paling penting P2KP Pilot NAD lebih menekankan dan berupaya memandang bagaimana proses telah dijalankan sesuai dengan SOP yang telah disusun dan disepakati bersama.