Sumber: https://www.energy.senate.gov |
Pemanfaatan LTJ mengantarkan Indonesia mewujudkan Lompatan Penguasan Teknologi yang mendukung Industri 4.0 (dan era Recovery pasca pandemic) sekaligus mendorong Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi Nasional. Disadari Bersama bahwa selama berpuluh-puluh tahun Industri Elektronika dari Manca Negara masuk ke Indonesia, namun tidak menghasilkan transformasi teknologi elektronik yang signifikan. Disadari oerientasi Industri Elektronika tersebut lebih cenderung menjadikan Indonesia sebagai Pasar bukan Basis Produksi. Padahal jika Industri Elektronika yang berinvestasi di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai Basis Produksi, maka kebutuhan akan bahan baku berupa Logam Tanah Jarang dapat dipenuhi dari Dalam Negeri sendiri, sekaligus akan mendorong Tarnsformasi Teknolgi dan membuka Lapangan Kerja, sesuai dengan Rantai Nilai Industri berbasis Elektronik (atau dengan Bahasa lain Hilirisasi Industri berbasis Logam Tanah Jarang).
Untuk menjamin kepastian dalam proses pemanfaatan logam tanah
jarang untuk menyiapkan lompatan pembangunan diperlukan fasilitasi dan dukungan
pemerintah serta harmonisasi antara Pemerintah, Swasta, Masyarakat termasuk
Perguruan Tinggi.
Peraturan Perundang-undangan Terkait
Berdasarkan uraian hal tersebut di atas, wajib dilakukan apresiasi kepada Pemerintah Jokowi yang telah menetapkan beberapa Peraturan Perundangan terkait Logam Tanah Jarang, diantaranya yaitu: (i) UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan terhadap UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara; (ii) PP No. 27 Tahun 2020 tentang Limbah Khusus; (iii) PP No. 14 Tahun 2015 tentang rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035.
Urgensi Peraturan Perundangan untuk
Hilirisasi Logam Tanah Jarang dan Material Kritis
Kesadaran akan Logam Tanah Jarang (LTJ) dan Material Kritis sebagai
bagian dari amanat UUD 1945, khususnya Pasal 33 yang menegaskan:
(2) cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
(3) bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
Pengalaman krisis LTJ dan Material Kritis pasca Maritime Dispute di LAut China Selatan (September 2010), ataupun Perang Dagang antara USA dan Tiongkok menyangkut LTJ dan Mineral Kritis, serta ketergantungan dunia akan impor LTJ dan Mineral Kritis dari Negara tertentu, seharusnya menjadi kesadaran Bersama bahwa kebutuhan akan penguasaan LTJ dan Material Kritis bukan sekedar teknis teknologis, melainkan sudah masuk ke dalam kesadaran akan Wawasan Nusantara, Posisi Geopolitik dan Geo Ekonomi Bangsa.
Logam Tanah Jarang dan Material Kritis yang didapatkan dari proses pertambangan atau pengolahan mineral ikutan dari Logam Dasar merupakan kekayaan alam dan Cabang Produksi yang penting dan berdampak pada hajat hidup orang banyak di era Industri 4.0 (dan era Recovery pasca pandemic). Untuk itu Kepentingan Nasional (Nasional Interest) menjadi alasan mendasar bagi pengelolaan LTJ dan Mineral Kritis ini.
Sumber: https://www.energy.senate.gov |
Berbagai negara yang memahami akan pentingnya LTJ dan material kritis, sudah mengagendakan bahkan mengesahkan berbagai Undang Undang (Act) untuk LTJ dan Critical Material. Kesadaran akan alih teknologi LTJ dan Critical Material melalui berbagai insentif investasi dari Manca Negara dengan sendirinya akan mendorong Indonesia menjadi negara kuat. Hilirisasi dan penerapan aplikasi LTJ, akan menyempitkan Gap terhadap Infrastruktur Digital pada Revolusi Industri 4.0 (dan era Recovery pasca pandemic), dan dengan sendirinya akan mendorong pemerataan akses Pendidikan melalui era digital.
Dengan kondisi di atas, 3 (tiga) Indikator dalam penyusunan
Peraturan Perundangan, yaitu (i) Filosofis, (ii) Sosiologis dan (iii) Yuridis
sudah dapat dipenuhi guna penyusunan Rancangan Undang Undang tentang Logam
Tanah Jarang (LTJ) dan Critical Material sesuai dengan Amanat Pasal 33
UUD 1945.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar